Logo Suma

Pemungutan Suara Jelang Liburan, 93,3% Mahasiswa UI Tidak Gunakan Hak Suara

Redaksi Suara Mahasiswa · 29 Desember 2022
12 menit

Disclaimer: Tulisan Suma UI yang berkaitan dengan indikasi kecurangan pemira UI 2022 oleh salah satu pasangan calon ini murni ditulis berlandaskan hak atas informasi IKM UI dan diperuntukkan demi kepentingan publik. Hal ini tidak sama sekali mempengaruhi dan mencerminkan keberpihakan redaksi Suma UI terhadap salah satu pasangan calon.

Ajang pesta demokrasi setingkat universitas, Pemilihan Raya (Pemira) UI Tahun 2022 rupanya telah berakhir pada Jumat (24/12). Setelah sebulan melewati rangkaian episode yang membuat sebagian ikatan keluarga mahasiswa (IKM) UI mengeluhkan kualitasnya, Pemira UI ditutup dengan kemenangan telak pasangan calon (paslon) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI nomor urut 2 Melki-Cipa dengan total 1.934 suara dan calon tunggal Majelis Wali Amanat (MWA) UI, M. Kahfi dengan 2080 suara dari IKM UI.

Kendati demikian, jumlah perolehan suara ini dapat dikatakan amat tidak representatif yaitu 2.703 dari 39.841 mahasiswa UI atau hanya sekitar 6,7% dari total seluruh IKM UI. Melihat perolehan suara yang bahkan tidak menyentuh 10% dari keseluruhan total IKM UI, tidak hanya membuat publik menyalahkan kebiasaan golput mahasiswa, tetapi juga membuat publik menyangsikan kinerja Panitia Pemira UI tahun 2022. Sejak pemira pertama kali diselenggarakan, setidaknya terdapat tiga keluhan dari IKM UI yang berhasil dipantau oleh Suara Mahasiswa UI terhadap perhelatan demokrasi ini:

  1. Penuansaan yang Kurang Masif

Jumlah total pemilih yang tak sampai menyentuh angka 10% dari mahasiswa UI sejatinya menjadi indikasi tipisnya kesadaran IKM terhadap proses ajang demokrasi yang tengah berjalan. Hal ini terlihat dari jumlah partisipan yang minim berbagai mata acara yang diselenggarakan oleh Panitia Pemira UI, mulai dari Grand Opening, Eksplorasi BEM dan MWA, Debat Publik, hingga Grand Closing.

Ganjil rasanya saat Debat Publik seharusnya menjadi ajang besar adu gagasan bagi para paslon untuk meyakinkan IKM UI, realitanya dihadiri tak lebih dari 100 orang, itu pun kebanyakan berasal dari Tim Pemenangan (Timses) masing-masing pasangan calon. Salah satu indikasi jelas penuansaan mata acara yang diremehkan oleh Panitia Pemira UI adalah informasi tentang debat publik tersebut baru dipublikasikan tak sampai satu hari sebelum acara berlangsung, yaitu tanggal 8 Desember, tetapi hari sudah agak larut malam.

Lebih lanjut, sama seperti tahun sebelumnya, kanal Youtube Pemira UI tahun ini pun terpantau tidak mempublikasikan rekaman-rekaman Debat Publik maupun Eksplorasi yang telah dilakukan. Pun Rancangan Besar (Grand Design) masing-masing pasangan calon yang dapat menjadi wadah perkenalan para calon juga tidak dipublikasikan di setiap kanal media sosial dari Pemira UI tahun ini. Namun, jangankan mengenal calon, publik IKM bahkan tidak diberitahukan melalui akun Pemira UI tentang struktur penuh kepengurusan inti Pemira UI tahun 2022—meskipun pemira sebelumnya dengan cakap mempublikasikan silsilah kepengurusannya.

Hal ini ditanggapi secara sepele oleh Ketua Pelaksana Pemira UI 2022, Ahmad Khoiridhan Masruro. Menurutnya, hal tersebut tidak menjadi keharusan yang dilakukan oleh panitia.

“Itu asumsi aja karena bukan (menjadi) keharusan, bisa dilihat dari Pemira UI 2020 yang juga melakukan hal yang sama.” ujarnya (22/12)

Namun, publikasi-publikasi ini sebenarnya cukup penting bagi IKM UI yang menjadi titik tumpu penting dalam rangkaian demokrasi ini. Pemira UI dibuat untuk memfasilitasi kepentingan IKM UI,  idealnya setia penentuan keputusan Panitia Pemira UI lebih didasarkan pada kebutuhan IKM UI. Dengan demikian, pemira tahun ini tidak akan menjadi sekadar angin lalu bagi mereka. Salah satu mahasiswa UI bahkan mengeluhkan mengenai dampak kurang masifnya penuansaan yang dilakukan oleh panitia.

Gua sendiri menyayangkan Pemira UI tahun ini. Bahkan saat hasil pemira keluar, gua belum tahu informasi mengenai Pemira tahun ini. Menurut gua juga, usaha penuansaan dari panitia belum cukup sampai membangun minat IKM UI untuk memilih, termasuk gua sendiri,” Ujar M dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI yang diwawancarai pada hari Sabtu (26/12).

2. Linimasa yang Terlalu Mepet dan Berubah-Ubah

Keganjilan lain yang dipermasalahkan sebagian besar IKM UI adalah Panitia Pemira UI berulang kali mengubah jadwal tanpa pemberitahuan resmi kepada publik, seakan-akan mengamini bahwa helatan demokrasi kemarin menciptakan kesangsian alih-alih kepastian; membuka jurang tanda tanya alih-alih meyakinkan konstituen menjatuhkan pilihan pada salah satu paslon.

Beberapa hari usai debat publik Pemira UI yang dianggap kurang memuaskan, Aliansi Kolektif Mahasiswa (Akoma) UI melalui akun Instagram-nya ‘menantang’ kedua pasangan calon BEM UI untuk mengulang ajang adu gagasan mereka di Warung Iqbal (Warbal), salah satu warung makan di daerah Kukusan Teknik pada pukul 11 malam. Suara Mahasiswa UI datang ke lokasi, berharap mendapatkan penjelasan diselenggarakannya Debat Publik ulang tersebut. Selain kekecewaan terhadap alur Debat Publik yang diselenggarakan Pemira UI, Suma UI mendapatkan informasi bahwa masa kampanye telah diperpanjang satu hari pukul lima sore hari dan diumumkan melalui grup WhatsApp Pemira yang hanya berisi pasangan calon dan tim suksesnya. Hal ini diungkapkan langsung oleh Melki Sedek Huang yang saat itu masih menjadi Calon Ketua BEM UI nomor urut 2. Anehnya, perpanjangan masa kampanye tersebut tidak diikuti oleh publikasi perubahan lini masa di Instagram resmi Pemira UI.

“Mau saran aja temen-temen, kayaknya masa kampanye lebih baik kita extend aja sampai hari Jumat, masa tenang dua hari aja karena masa kampanye juga ga sampai dua minggu kan selama ini,” demikian saran yang disampaikan Melki di dalam grup kampanye Pemira UI pada pukul 08.40 pagi, hal ini dituturkan ulang oleh Melki di Warbal (16/12).

“Kemudian, baru sore hari jam 5 mereka menjawab bahwa masa kampanye diperpanjang sampai esok hari,” tambah Melki.

Foto: Linimasa diunggah tanggal 12 Desember, rilis massa diunggah tanggal 18 Desember. Sementara perpanjangan masa kampanye pukul 5 sore pada tanggal 15 Desember tidak dipublikasikan secara resmi.

Hal ini cukup fatal, mengingat IKM UI dapat menganggap kampanye yang dilakukan hari itu merupakan pelanggaran yang dilakukan di masa tenang, karena perpanjangan masa kampanye dilakukan, tanpa publikasi.

Tiga hari kemudian (18/12), perubahan linimasa baru dirilis oleh panitia Pemira UI. Kali ini, perubahannya cukup signifikan, bukan hanya tentang masa kampanye yang berubah, tetapi hari pemungutan suara yang berubah. Perubahan lini masa ini juga diiringi dengan perubahan prosedur dan mekanisme pemungutan suara, yaitu pada tanggal 19-24 Desember 2022. Dua alasan tersebut adalah karena jadwal pemilihan sebelumnya yaitu di tanggal 23-28 Desember 2022 bertabrakan dengan perayaan hari natal serta server e-vote yang bermasalah.

Pada akhirnya, solusi Pemira UI adalah pemilihan berbasis kertas (paper vote). Kendati, alasannya sudah diuraikan dengan runut dan cukup masuk akal, tetapi kondisi yang tidak ideal ini kemudian mempengaruhi hasil Pemira IKM UI 2022. Jumlah suara yang kurang representatif karena meski tidak bertabrakan dengan perayaan Natal, pemungutan suara dilakukan paralel dengan jadwal UAS sejumlah fakultas di UI dan mendekati akhir tahun sehingga tidak sedikit mahasiswa UI yang berasal dari luar daerah sudah atau bersiap-siap untuk pulang ke kampung halaman.

Kekecewaan ini diungkapkan oleh sejumlah IKM UI di kolom komentar unggahan Rilis Massa Pemira UI tanggal 18 Desember.

“Gua kira tahun lalu chaos, ternyata lebih chaos tahun ini haha,” komentar M. Fawwaz, mahasiswa FISIP UI melalui akun Instagramnya @fawwaz225.

“Pemira UI ini terlihat seperti orang-orang yang tidak siap untuk melaksanakan program ini, ya. Mereka mengetahui kendala server e-vote sejak tanggal 12 Desember, tetapi baru rilis 18 Desember. Masa kampanye mandiri yang sudah selesai sejak 15 Desember dan itu terlanggar,” ungkap Ryan, salah satu mahasiswa FIB UI, melalui akun Instagram @rspencerbastian.

“Terlalu lambat! Aneh keputusan dari 12 Desember hingga 18 Desember berakhir pada paper vote dengan waktu hanya tiga hari,” tambahnya.

Tidak hanya membingungkan IKM UI, linimasa yang tidak ideal ini juga dikeluhkan oleh bakal calon ketua BEM UI 2023. Melki mengatakan bahwa hal penyelenggaraan Pemira yang terlambat membuat kampanyenya dijalankan secara terburu-buru dan tidak menjangkau luas IKM UI.

“Kalo gua ngerasa, sebenarnya kalo gua hitung dari Grand Launching, artinya efektifnya cuma 13 hari akun kampanye gua itu jalan. Sementara kalau gua banding-bandingin sama Pemira tahun-tahun sebelumnya, mungkin lebih panjang waktunya,” ujar Melki.

“Tapi kayaknya sulit juga untuk menyalahkan pihak manapun, karena kita sama-sama tahu penyelenggaraan Pemira tahun ini telat banget dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Yang gua ingat banget, saat Bang Bayu (Calon BEM UI tahun lalu) maju, bahkan dari pertengahan November dia sudah kampanye, sementara tahun ini Grand Launching pun baru awal Desember,” lanjut Melki.

Pada tanggal 17 Desember 2022, Timothy Sambuaga dari IKM Fakultas Hukum (FH) UI angkatan 2020 membuat utas tentang indikasi pelanggaran salah satu pasangan calon BEM UI melalui akun Twitternya (@timoads), tetapi karena linimasa yang berubah-ubah, hingga agenda Pemira UI selesai, ia masih bingung kapan masa kampanye dan masa tenang Pemira UI yang sebenarnya. Timothy berkenan diwawancarai Suara Mahasiswa UI melalui telekonferensi pada hari Senin (19/12).

“Mereka ngeluarin rilis baru akhirnya (19/12), tetapi tidak mengklarifikasi tentang masa kampanye yang selesai kapan dan masa tenang yang dimulai kapan. Yang panitia berikan adalah rilis baru yang memuat tanggal technical meeting pemungutan suara, sosialisasi pemungutan suara secara paper vote dan pemungutan suara serta penghitungan suara. Panitia tidak menjawab permasalahan masa kampanyenya sampai kapan. Sampai saat ini (19/12) seharusnya publik masih layak bingung ya, sebenarnya kita ini lagi di masa apa,” terang Timothy.

Mahasiswa asal FIB UI berinisial M juga mengutarakan kekecewaannya terhadap waktu pemungutan suara yang dipilih Pemira UI. Menurutnya, hal ini amat tidak ideal bagi IKM UI yang sedang kejar-kejaran dengan deadline Ujian Akhir Semester (UAS) dan waktu libur akhir tahun. Jika Pemira UI dari awal mempertimbangkan kepentingan IKM UI dapat mengantisipasi perkara-perkara seperti ini.

“Lu bayangin, siapa yang mau nyoblos saat pemira diadakan dalam bentuk paper based di waktu hectic UAS. Sebenarnya juga, itu minggu kedua kan setelah UAS dimulai, nah siapa juga yang mau nyoblos ke kampus setelah UAS-nya selesai atau (dalam bentuk) take home? (IKM UI) yang pulang kampung juga masa gak dipikirin?” tutur M (24/12).

Kritik juga kami dapat dari salah satu IKM UI yang tidak bersedia disebutkan namanya, secara langsung ia mengatakan kepada awak redaksi kami bahwa, menurutnya persoalan panitia Pemira UI tidak hanya tentang linimasa yang sempit, berbagai rangkaian pemira seperti Debat Publik juga kurang memuaskan.

“Menurut saya Pemira UI seharusnya melakukan perpanjangan waktu, karena secara waktu terlalu mepet dan sempit. Eksplorasi yang dilakukan juga tidak cukup efektif untuk banyak menjelaskan tentang kedua paslon, dan tidak terkesan kompetitif. Debat publiknya pun agaknya tidak terlalu berguna, karena cenderung seperti presentasi dan tidak menguji kemampuan kedua paslon,” tutur Budi (nama disamarkan-read), salah satu IKM UI dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI (16/12).

3. Kekosongan Komite Pengawas Pemira UI

Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sudah mempublikasikan sebanyak dua kali terkait perekrutan terbuka dan penawaran tertutup anggota dari Komite Pengawas (KP) Pemira IKM UI 2022. Sayangnya, sejauh ini tidak ada yang berkenan untuk mengajukan diri untuk menjadi bagian dari KP Pemira IKM UI 2022. Urgensi kekosongan KP Pemira UI diabaikan hingga pelaksanaan acara Sosialisasi Terbuka Pemungutan Suara Pemira IKM UI 2022 pada hari Selasa (20/12).

Pada hari itu, ada desakan dari IKM UI dan diskusi dengan Mahkamah Mahasiswa (MM) UI untuk menyusun anggota KP secara mendadak untuk membantu penyelesaian dugaan pelanggaran pasangan calon BEM UI 2023 yang ramai dibincangkan di media sosial. KP akhirnya dibentuk dengan Satrio Alif Febrianto, Iqbal Nurpasha, Arriq Daffandi Putra, Dustin Bonaventura, dan Mursyidah Aulia sebagai anggotanya. Berdasarkan pengakuan dari Satrio, KP Pemira UI mekanisme penyelesaian sengketa baru akan berjalan jika terdapat aduan pelanggaran resmi dari IKM UI melalui Google Form, sehingga dapat dikatakan bahwa sifatnya delik aduan.

“Karena di sini kita enggak mau main hakim sendiri, dalam artian pengawasan (dan) segala macamnya. Apalagi kita, KP Pemira itu baru dibentuk dengan kondisi begini di waktu sosialisasi kemarin,” jawab Satrio saat diwawancarai reporter Suara Mahasiswa UI di salah satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) di FH UI (23/12).

Namun, hal ini masih memuat problematika karena form pengaduan pelanggaran Pemira UI baru dipublikasi DPM pada tanggal 21 Desember 2022 berbarengan dengan hari pemungutan suara, 3 hari sebelum berakhirnya Pemira UI 2022. Dari keterangan Satrio pula, indikasi pelanggaran yang dilaporkan lebih dari tanggal 24 Desember 2022 tidak akan ditanggapi karena dianggap sudah lewat batas linimasa Pemira UI.

Lagi dan lagi: waktu publikasi formulir pengaduan ini terbilang lambat dan tidak ideal. Karena sebelumnya, pada hari Minggu, 18 Desember 2022, sudah ada IKM UI yang terlebih dahulu menuangkan keluhan tentang indikasi pelanggaran paslon secara publik. Terhitung hingga artikel ini diterbitkan, cuitan yang berjudul “Pesta Demokrasi IKM UI 2022 Diwarnai Kecurangan!” mendapatkan impresi sebanyak 372 ribu tayangan, disukai 893 orang dan dikutip sebanyak 367 kali.

Berdasarkan keterangan Timothy pada Suara Mahasiswa UI, KP Pemira UI seharusnya menangani permasalahan sengketa saat proses penyelenggaran Pemira UI, sementara MM UI menangani sengketa hasil pemenang. Namun, demokrasi ini bertangan hampa ketika KP sendiri pun mengalami kekosongan anggota.

“Ketika tidak ada orang yang mendaftar sebagai KP Pemira, maka kewenangannya akan diambil (alih) oleh DPM UI—nah masalahnya kewenangan KP Pemira ini akhirnya diambil alih oleh MM UI karena KP Pemira gak ada yang daftar dan itu jadi concern awal,” ujar Timothy.

Selain itu, untuk memantau apakah prosedur yang dilakukan sudah benar, IKM UI perlu merujuk Peraturan-Peraturan Pemira. Namun, Timothy mengaku hanya bisa mengakses syarat dan mekanisme pendaftaran peserta, sementara peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemira UI tidak diketahui keberadaannya. Padahal Undang-Undang (UU) IKM UI mengamanatkan Panitia Pemira UI untuk mengeluarkan peraturan-peraturan terkait pelaksanaan, tepat setelah proses verifikasi dan pendaftaran dilakukan. Timothy mengganggap hal ini sebagai bentuk dari ketidakpastian hukum terkait penyelenggaraan pesta demokrasi tahun ini.

“Semua tahapan, persyaratan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pemira itu harus ada aturannya. Panitia Pemira UI harus mengeluarkan aturan terlebih dahulu, misalnya aturan sekian nomor sekian tentang sekian tentang Masa Tenang—Apakah mungkin sengaja tidak ada aturan atau gimana nih? Dari situ aja udah tricky, kok enggak ada aturannya?”

Adapun persoalan indikasi pelanggaran yang diuraikan oleh Timothy adalah tentang kampanye yang dilakukan di masa tenang serta indikasi adanya kebocoran data pribadi yang dialami oleh beberapa mahasiswa UI, khususnya dari kalangan mahasiswa baru.

Dalam cuitannya, Timothy mengeluhkan adanya kemungkinan pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon yang dianggap dilakukan saat masa tenang berlangsung. Berdasarkan pantauan Timothy dan Suara Mahasiswa UI, baliho-baliho kampanye masih terpampang besar di berbagai sudut di UI—-kendati, kalender telah menunjukkan tanggal 17 Desember 2022, yang seharusnya sudah masuk dalam masa tenang Pemira. Berdasarkan linimasa yang sebelumnya telah dirilis oleh panitia Pemira, tanggal 15 Desember seharusnya merupakan hari terakhir kampanye bagi kedua paslon. Masalahnya, masa tenang pun masa kampanye itu sendiri masih terombang-ambing karena belum diklarifikasi oleh Panitia Pemira UI.

“Salah satu pasangan calon itu masih melakukan kampanye begitu—masih melakukan kegiatan kampanye yang aku masukin di thread Twitter yang mana pada tanggal—berapa itu aku nulisnya itu di Twitter— per tanggal 17 desember, masih ada baliho-baliho yang terpasang di daerah-darah strategis, misalnya kayak di depan sor ui di depan ft di depan stasiun ui itu masih terpasang per 17 desember,”


Dari beberapa tweet di twitter, mereka merasa tidak pernah memberikan nomor telepon dimiliki sebelumnya saat mendapati pesan ajakan memilih salah satu paslon.

“Sebenarnya aku pribadi tidak masalah kalau paslon ini kampanye, bahkan di masa tenang—tapi, yang aku kurang suka adalah tim suksesnya menghubungiku via whatsapp. (Padahal) Whatsapp bagiku privasi banget, bahkan aku nggak tahu mereka mendapatkan nomorku darimana,” jawab salah satu IKM UI yang enggan disebutkan identitasnya.

Foto: Dikirim langsung oleh narasumber


Klarifikasi Panitia Pemira UI dan DPM UI

Tim Suara Mahasiswa UI sudah mengonfirmasi kedua belah pihak baik panitia Pemira IKM UI maupun DPM UI terkait carut-marut dalam proses Pemira UI tahun ini. Ahmad Khoiridhan Masruro atau yang akrab dipanggil Ridhan, mahasiswa Psikologi yang kemarin bertanggungjawab sebagai Ketua Pemira IKM UI 2023 menjawab persoalan ini dengan sederhana, ia mengatakan bahwa Panitia Pemira IKM UI telah meneruskan tanggung jawab terkait indikasi pelanggaran paslon kepada DPM UI.

"Terkait indikasi pelanggaran segala macamnya, dari pemira UI sudah meneruskan hal tersebut ke DPM terkhusus ke SC, sekaligus komisi suksesi DPM yang menaungi Pemira," tutur Ridhan.

Akhirnya Suara Mahasiswa UI menghubungi Satrio Alif selaku Perwakilan DPM dan KP UI. Pertama-tama ia membantah bahwa ada perubahan yang signifikan mengenai linimasa Pemira UI. Menurutnya, sejauh ini pelaksanaan Pemira UI sudah sesuai rencana, kecuali waktu pemungutan suara.

Timeline tu sebenarnya ngga ada yang ada yang berubah, kecuali timeline pemungutan suara kemarin, alasan-alasannya pun sudah dicantumkan di dalam rilis,” jawab Satrio.

Ia menambahkan bahwa dalam hal pengaturan linimasa, menurutnya hal tersebut bukan hal yang mutlak, jadi merupakan hak Panitia Pemira UI untuk menyusunnya. Namun, Satrio mengatakan bahwa ia mengakui bahwa terdapat permasalahan fundamental dalam kepengurusan Pemira, yaitu miskomunikasi internal di dalam panitia.

Sementara terkait perubahan sistem pemungutan suara dari e-vote menjadi paper vote merupakan permasalahan teknis yang diberitahu DSTI sejak tanggal 12 Desember. Menurutnya, hal ini seharusnya dapat diatasi hanya dengan memberikan informasi yang lebih jelas kepada IKM UI. Ia mengatakan bahwa keputusan untuk mengubah linimasa pemungutan suara sudah benar, meski baru terpikir di akhir-akhir rangkaian pemira.

“Saat itu masih UAS, masih panjang tarik ulur negosiasi sama developer-nya. Sementara kita sudah harus running kalau mau pemilihan suara dengan kertas. Dalam waktu seminggu, udah ngga ada waktu lagi,” ujar Satrio menjelaskan dilema Panitia Pemira saat memutuskan untuk pemilihan berbasis kertas.

“Ini murni ketidaktahuan kami mengenai pengembangan web, karena kami juga bukan anak Fasilkom,” tambah Satrio

Sebenarnya, opsi e-vote adalah opsi terakhir Pemira UI, tetapi 2 minggu sebelum pelaksanaan pemungutan suara, permasalahan tentang back-end developer yang membuat panitia pemira UI tidak bisa mengubah tampilan website Pemira UI belum juga terpecahkan. Seakan maju kena, mundur kena, menurut Satrio, paper vote adalah opsi yang lebih adil daripada e-vote. Terkait solusi, Satrio mengatakan bahwa persoalan sistem ini dapat dijelaskan dengan memberikan informasi dan pemahaman yang jelas terkait permasalahannya kepada mahasiswa UI.

“Menurut gua, untuk permasalahan sistem, harusnya bisa diatasi dengan memberikan informasi yang clear aja, urusan mendadak ga mendadak, kan itu urusan lain. Tentang pencoblosan di waktu libur, saat ini belum semua fakultas libur,” ujar Satrio.

Lain lagi ketika ditanya mengenai hasil suara yang sangat minim, sehingga dipertanyakan banyak IKM tentang representativitas atau sifatnya yang mewakili setiap fakultas di UI. Satrio menanggapi hal tersebut dengan santai, “Permasalahan representatif itu bukan masalah jumlah, sih. Dalam artian, kita ini kan to be fair ya. Melihat kondisi seperti gini, yang mau kita lihat kualitas apa kuantitas? Teman-teman Panitia Pemira, akhirnya memilih kualitas,” tutur Satrio.

Menanggapi hal tersebut, Satrio Alif selaku Ketua Sementara DPM UI 2022 mengakui bahwa Pemira tahun ini tak segemerlap tahun-tahun sebelumnya. Adapun, struktur kepengurusan Pemira UI baru resmi dipublikasikan di tanggal 1 November melalui Instagram @dpm_ui. Artinya, proses perencanaan pelaksaan dari Pemira IKM UI Tahun 2022 dibentuk kurang dari satu bulan.

“Gue akui, kita akui, kesalahan panitia Pemira adalah kurang komunikatif. Dalam artian, emang di feeds Instagram dan sebagainya kurang informatif. Karena timeline-nya sangat mepet juga ya, jadinya penuansaannya kurang," ujar Satrio.

"Kami meminta maaf sebesar-besarnya kepada IKM UI terkait segala kendala yang ada dalam rangakaian Pemira tahun ini. Ini menjadi evaluasi besar bagi kami, khususnya terkait prosedur dan sistemnya” tutup Satrio.

Teks : Dian Amalia Ariani, Intan Shabira
Editor : Syifa Nadia
Kontributor : Nada Azka Maulida, M. Akhtar Jabbaran
Ilustrator : Amalia Ananda

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!