Pesan Siaran Kembalinya Pelaku Begal Ternyata Hoaks, Bagaimana Kondisi Keamanan Kukusan?

Redaksi Suara Mahasiswa · 18 Oktober 2022
6 menit

Rasa khawatir menghantui mahasiswa yang indekos di wilayah Kukusan beberapa bulan belakangan, khususnya saat salah satu mahasiswa UI dikabarkan menjadi korban begal. Rasa takut tersebut makin mencekam saat beredar pesan yang menginformasikan pelaku begal kembali berkeliaran di Jalan Mandor Goweng, Kukusan pada hari Minggu (2/10). Merespons hal ini, Suara Mahasiswa UI berupaya mengonfirmasi kebenaran pesan siaran tersebut kepada warga yang tinggal di daerah Kukusan, petugas keamanan, beserta jajaran pengurus RW 03. Pada hari Selasa (4/10) Ramli, warga kukusan yang sering melakukan patroli malam di daerah kukusan dan Mulyadi, Ketua RT 4 RW 3 Kukusan memberikan klarifikasi bahwa pesan siaran adalah kabar bohong atau hoaks.

Pesan siaran tersebut berisi informasi bahwa pelaku pembegalan di daerah Kukusan Teknik (Kutek) pada Rabu (17/08) lalu, terpantau dalam salah satu CCTV warga bahwa Ia kembali berkeliaran di Jalan Mandor Goweng dan Jalan Bacang. Pesan tersebut diakhiri dengan himbauan bagi para mahasiswa di sekitar Kukusan untuk berhati-hati saat keluar malam.

Saat pesan siaran tersebut sampai di tangan Ramli, perwakilan keamanan Kukusan, Ia dan rekan “Pejuang Malam” segera menyelidiki kejadian tersebut kepada pemilik CCTV. Saat diusut, CCTV tersebut milik salah satu pemilik warung di daerah Kukusan Teknik. Berdasarkan pemeriksaan CCTV dan keterangan pemilik warung, pria yang diduga pelaku begal di dalam pesan siaran tersebut hanyalah pemuda yang membeli rokok tanpa membayar, bukan pelaku begal. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Ramli, warga yang tergabung dalam tim penjaga keamanan wilayah Kukusan yang akrab dipanggil Tim “Pejuang Malam”.

“Kemarin saya berupaya mengklarifikasi hal tersebut kepada pemilik warung, dan pemilik warung itu bilang bahwa hal tersebut (pelaku begal-read) tidak ada. Cuma ada orang beli rokok, tapi rokok tersebut dibawa cuma gitu aja, tanpa membayar dan kabur,” jelas Ramli.

Namun, kecurigaan pada pesan siaran hoaks tersebut cukup beralasan, sebab menurut informasi yang beredar, ciri-ciri pemuda pencuri rokok terlihat identik dengan pelaku pembegalan pada Rabu (17/8) lalu, yakni membawa motor putih dan mengenakan jaket hoodie. Menurut kesaksian pemilik warung, yang disampaikan oleh Pak Ramli, pencuri rokok merupakan orang yang berbeda dengan pelaku pembegalan sebelumnya.

“Kalau kalau kata penjaga warung itu, itu berbeda. Cuma memang bajunya saja mirip seperti orang itu … Orangnya pakai sweater putih kotor,” tutur Ramli melanjutkan.

Meski informasi yang beredar tersebut bersifat hoaks, jajaran pengurus RW 03 daerah Kukusan tetap berupaya meningkatkan keamanan di wilayah tersebut. Hal ini sebab bukan hanya kasus begal saja, melainkan banyak kasus pencurian dan kehilangan lainnya yang terjadi di daerah Kutek dan Kukusan Kelurahan (Kukel).

Kondisi Keamanan Kukusan, ‘Pejuang Malam’ yang Berjuang Sendiri

Selain pembegalan, menurut informasi-informasi yang berseliweran di sosial media dan disampaikan dari mulut ke mulut, terdapat pula kasus-kasus pencurian atau kehilangan barang berharga seperti motor dan laptop, yang acapkali menimpa mahasiswa. Merespons hal ini, Pak Ramli menjelaskan bahwa penjagaan keamanan di daerah Kukusan dilakukan secara sukarela tanpa adanya penugasan resmi dari RT maupun RW.

Petugas Linmas (Perlindungan Masyarakat), atau yang lebih dikenal dengan istilah Hansip yang lazimnya membantu pengamanan lingkungan masyarakat telah sejak lama ditiadakan di daerah Kukusan. Sementara itu, pelaksanaan ronda malam terpaksa dihentikan sebab tidak adanya partisipasi aktif dari para warga.

“Pengawal keamanan di daerah kukusan itu sifatnya kesadaran sukarela saja, tanpa ditugaskan oleh lurah ataupun RW ataupun RT,” jelas Ramli.

“Nah, kalau untuk Hansip, itu sudah enggak ada. Sementara untuk ronda itu semakin sulit, di tahun-tahun sekarang ini, untuk nyuruh warga ngeronda mohon maaf susahnya minta ampun, mereka lebih memilih membayar jasa penjaga keamanan rumah atau kos gitu.. Paling yang ronda ya itu-itu aja,” lanjutnya.

Ramli menerangkan bahwa tim Pejuang Malam merupakan bagian dari FOKUS (Forum Komunikasi Kelurahan Kukusan) yang beranggotakan sekitar 30 orang asli Kukusan yang secara sukarela melakukan patroli di daerah Kukusan.  Baik dari publik, maupun ketua RT biasanya akan memberikan sumbangan kecil-kecilan seperti rokok atau gorengan untuk anggota Pejuang Malam yang bertugas. Sumbangan semacam ini timbul karena ketiadaan insentif resmi dari pemerintah.

“Karena mengandalkan warga untuk siskamling, ya susah. Mendingan saya beliin rokok dia. Itu juga enggak seberapa. Kadang kurang ya, jadi kasihan. Mereka (-pejuang malam) kan enggak ada sumber dana yang teralokasi,” timpal Mulyadi, Ketua RT 04, RW 03 wilayah Kukusan.

Pejuang Malam juga senantiasa berkoordinasi dengan pihak kepolisian dalam proses pengamanan lingkungan mereka. Pada waktu-waktu tertentu akan ada anggota polisi yang turut bergabung dalam patroli malam.

“Polsek kadang suka gabung karena ya mereka (Pejuang Malam -red), kita sering menjalin hubungan dengan kepolisian,” lanjut Mulyadi.

Aspek keamanan lain yang disorot adalah kurangnya infrastruktur keamanan seperti CCTV dan lampu jalan. Meskipun keberadaan CCTV menjadi hal yang lumrah bagi pemilik Kos, tetapi fungsinya belum begitu efektif dalam mencegah tindak kejahatan. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti CCTV yang telah rusak, tidak menyala, atau bahkan tidak mau memperlihatkan rekaman CCTV-nya kepada tim pejuang malam saat dibutuhkan.

Setali tiga uang dengan CCTV, lampu jalan turut menjadi perhatian. Di Kutek-Kukel ada beberapa area yang cukup gelap karena belum dipasangi lampu jalan. Tentunya kondisi gelap ini membuat resiko tindak kejahatan bertambah sebab membantu pelaku kejahatan dalam menjalankan aksinya. Alasan dari belum dilakukan penambahan CCTV dan lampu jalan ialah keterbatasan dana dari masing-masing RT dan RW setempat.

“Nah itu, jangankan buat buat ngebayar tim Hansip, buat itu (CCTV dan lampu jalan-read) saja masih kurang. Kalau seandainya mau ada CCTV pasti butuh uang,” keluh Mulyadi.

“terutama di jalur kabel ini ya, saya justru takut di jalur kabel karena kalau malam gelap dan sepi gitu,” lanjut Mulyadi.

Mulyadi dan Ramli sempat berpikir untuk mengadakan urunan untuk biaya keamanan dari para pemilik kos, namun dihentikan sejak ada yang menolak dengan alasan pungli.

“Terus terang Mbak, kami sumber dana RT sangat terbatas. Mau nyoba nyari urunan dari partisipasi masyarakat dan pemilik kos juga ga bisa, karena ada pemilik kos yang enggak mau. Disangkanya pungli. Gitu. Saya mintakan setiap kos diatas dua puluh kamar itu per bulan cuma lima puluh ribu. Itu aja banyak yang nolak, katanya ‘pungli nih, Pak’,” ungkap Mulyadi.

Ada Gula Ada Semut: Mahasiswa sebagai Sasaran Utama Pelaku Kejahatan

Bak pepatah yang menjadi kenyataan, ‘ada gula ada semut’, kejahatan terjadi karena niat jahat bertemu dengan peluangnya. Berdasarkan pengakuan Ramli dan Mulyadi, kasus-kasus kriminal berupa pembegalan dan pencurian seperti ini bukan hal baru.

Dua tahun yang lalu, sebelum wabah COVID-19 merebak, kasus-kasus seperti ini cukup sering terjadi. Namun, kasus-kasus seperti ini sempat berkurang drastis saat pandemi dan muncul lagi setelah mahasiswa kembali kuliah tatap muka. Ramli dan Mulyadi menduga bahwa ramainya keberadaan mahasiswa di wilayah Kukusan merupakan peluang yang dinantikan para ‘pemain’ kriminal ini untuk melakukan aksinya. Para pelaku memanfaatkan situasi-situasi yang ramai dan lengah.

“Iya, kemarin pas lagi COVID nol, dalam artian kejahatan itu hampir nggak ada,” jawab Ramli.

“Iya, kosong, tidak ada begal, tidak ada pencurian motor. Berarti memang mereka tuh ngincar mahasiswa, ya. Karena banyak kesempatan saya rasa,” timpal Mulyadi.

Dalam wawancara bersama Suara Mahasiswa, Ramli menghimbau, tidak hanya mahasiswa, tetapi juga pemilik indekos, pemilik kafe hingga pemilik warung untuk berhati-hati. Khususnya, beliau menyampaikan bahwa dirinya sering mewanti-wanti para pemilik indekos untuk menyediakan lahan parkir yang cukup bagi mahasiswa yang tinggal di indekos mereka. Menurutnya, kesalahan tata ruang indekos juga menjadi faktor, karena lahan parkir yang minim membuat para mahasiswa seringkali parkir sembarangan yang kemudian menjadi sasaran empuk maling.

“kayak gini, misalkan tiga puluh kamar, minimal sudah bisa menyediakan (lahan parkir-read) untuk dua puluh motor… berlaku juga untuk kafe, kadang karena tidak ada lahan parkir mereka parkir di tempat yang jauh dan tidak kelihatan,” terang Mulyadi.

Meskipun Ramli dan Mulyadi menyebutkan bahwa kebanyakan maling beraksi di malam hari, namun Ramli juga mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan aksi dilancarkan pada waktu siang hari.

“Kalau di siang hari, kan, sebagian (pejuang malam-read) banyak yang kerja. Sedangkan maling ada kesempatan keluar, itu peluang juga buat mereka,” ujar Ramli.

Terakhir, Ramli berharap mahasiswa dapat terus waspada dan bekerja sama agar keamanan tetap terjaga. Bentuk kerja sama yang dapat dilakukan oleh mahasiswa adalah langkah preventif, seperti memarkirkan motor pada di tempat yang dekat dari jangkauan mata, tidak berjalan sendiri di waktu-waktu yang sepi, hingga tidak keluar malam jika tidak benar-benar diperlukan.

“Ya tolong bantu kami untuk sama-sama menjaga (keamanan-read), minimal ya preventif. Parkir motor jangan sembarangan, jangan merasa selalu aman, tetap waspada,” tutur Pak Ramli.

“Karena kita kesulitan untuk membayar Hansip, sumber dananya tidak ada. Akhirnya ya, kesadarannya (mahasiswa-read) saja,” lanjut Pak Mulyadi.

Dalam kasus-kasus tertentu, kejahatan tidak hanya karena niat jahat pelaku, namun juga kesempatan yang acapkali tidak sadar diberikan korban kepada pelaku. Mendelsohn, ahli kriminologi membenarkan adanya perilaku korban yang terlibat dalam mendorong terjadinya kejahatan.

Seperti halnya yang dijelaskan oleh Pak Ramli, kebiasaan mahasiswa yang tidak berhati-hati dan lengah dalam memarkirkan motor berkontribusi pula dalam membiarkan kejahatan terjadi. Kendati demikian, tidak hanya bersandar pada perubahan kebiasaan mahasiswa semata, diharapkan setiap pihak (utamanya pemangku kepentingan dan aparatur negara) yang menyadari keberadaan kejahatan, dapat bekerja sama mewujudkan wilayah Kukusan yang lebih aman untuk seluruh warganya.

Teks: Intan Shabira, Kamila Meilina, Khadijah Putri, Khoirul Akmal
Editor: Dian Amalia Ariani
Ilustrator: Amalia Ananda


Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!