
Ikatan Mahasiswa Sinologi (IMSi) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), kembali menggelar pementasan Teater Cina dalam rangkaian The 23rd Sinofest UI untuk yang ketiga kalinya setelah sempat vakum selama masa pandemi. Teater bertajuk “Petaka Angkara: Kutukan Berdarah dari Lidah Tak Bersalah” dipentaskan pada Senin (10/11), pukul 16.30–18.30 WIB di Auditorium Soe Hok Gie Gedung IX FIB UI. Pertunjukan ini menjadi bagian dari rangkaian acara Grand Closing Sinofest UI 2025, yang merupakan penyelenggaraan ke-23 dari festival tahunan Sinofest UI.
Pementasan Teater Cina “Petaka Angkara” disutradarai oleh Phillip Valencio Sewu dan Ghania Khaisa Najillah, sedangkan naskahnya ditulis oleh Amelia Putri Fijriah. Dengan mengusung genre horor, thriller, dan misteri, teater ini mengisahkan perjuangan Bai Qing, seorang mahasiswi yang terlibat dalam gerakan menentang kekaisaran Qing feodal. Gerakan tersebut berujung pada tragedi yang juga menimpa adiknya, Bai Ling.
Dua tahun kemudian, Bai Ling dipilih memerankan tokoh utama dalam drama sekolah berjudul “Salju di Musim Panas”, kisah tentang Dou’E, perempuan yang dihukum mati secara tidak adil. Saat mendalami perannya, Bai Ling terseret ke masa lalu dan menyaksikan sendiri berbagai peristiwa tragis yang dialami Dou’E. Dari pengalaman itu, Bai Ling memahami bahwa ketidakadilan tidak hanya terjadi di satu masa, melainkan berulang di berbagai zaman.
Pementasan berdurasi sembilan puluh menit ini dikemas dengan beberapa unsur tambahan, seperti penampilan tari dan lagu khas Tiongkok yang bernuansa melankolis. Unsur tata panggung juga mendapat perhatian khusus. Pencahayaan dengan warna biru, merah, dan oranye memperkuat suasana kelam, sementara kostum para pemain menggambarkan latar zaman kekaisaran secara konsisten, mulai dari pakaian pelajar, pengawal, hakim, hingga tabib. Properti seperti smoke machine dan musik latar yang terdengar sepanjang pertunjukan, termasuk permainan biola secara langsung, turut memperkuat nuansa cerita.
Dialog para pemain yang disampaikan secara langsung memungkinkan adanya improvisasi dan interaksi spontan dengan para penonton dari atas panggung. Beberapa adegan juga disisipi humor ringan, yang membuat penonton lebih terlibat. Selama pertunjukan berlangsung, penonton terlihat antusias dan beberapa kali memberikan tepuk tangan atas akting para pemain.
Seluruh proses produksi teater ini dilakukan oleh mahasiswa Sastra Cina FIB UI yang telah berlatih selama lebih dari setengah tahun. Menurut sang sutradara, proses latihan panjang tersebut menjadi kesempatan bagi para mahasiswa untuk belajar sekaligus menyampaikan pesan sosial melalui seni teater.
“Apa yang telah dilakoni oleh para pemain dapat menjadi pengingat bagi kita semua, bagaimana terkadang diri kita dapat termakan oleh egoisme yang justru menjadi petaka bagi diri sendiri,” ujar Phillip. “Sosok Dou’E menjadi pengingat bahwa banyak orang di luar sana yang juga menderita karena ketamakan orang lain. Melalui pementasan ini, kami ingin menegaskan pentingnya membangun masyarakat yang lebih beradab dan saling peduli.”
Melalui “Petaka Angkara: Kutukan Berdarah dari Lidah Tak Bersalah,” Teater Cina IMSi FIB UI menunjukkan semangat baru untuk tetap aktif setelah masa vakum pandemi. Pementasan ini menjadi penutup yang berkesan untuk The 23rd Sinofest UI dan memperlihatkan dedikasi mahasiswa dalam menghidupkan kembali kegiatan seni di lingkungan kampus.