Aksi “Nenda UI” yang digelar mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dalam rangka menolak pemberlakuan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) kembali dibubarkan paksa oleh Petugas Layanan Keamanan (PLK) UI pada Senin (30/6) sekitar pukul 15.50 WIB. Pembubaran dilakukan atas instruksi langsung dari pihak kampus, termasuk PLK UI, Direktorat Kesejahteraan dan Keselamatan (DKK) UI, Manajer FISIP UI dan FIB UI, serta Sudibyo selaku Direktur Kemahasiswaan UI yang turut mendatangi lokasi aksi.
Sebelumnya, aksi serupa juga sempat digusur pada 17 Juni, namun kembali digelar pada 20 Juni dengan mendirikan tenda-tenda di Lapangan Rotunda, tepat di depan Gedung Rektorat. Dalam video yang diunggah akun X @NendaUI, terlihat aparat kampus membongkar tenda peserta aksi dan melakukan intimidasi terhadap massa.
“Kalian pilih bubar sendiri atau kami bubarkan malam hari,” ujar Sudibyo sebagaimana dikutip dari akun tersebut.
Pihak kampus menyatakan bahwa kebijakan IPI merupakan keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), sehingga aspirasi seharusnya disampaikan langsung ke kementerian. Namun, mahasiswa menilai dalih ini bertentangan dengan status UI sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang memiliki kewenangan menetapkan kebijakan pembiayaan secara mandiri.
Menurut siaran pers Nenda UI, pembubaran juga disertai kekerasan fisik dan psikis terhadap peserta aksi yang mencoba mempertahankan barang-barang pribadi mereka. Selain itu, pihak kampus juga disebut mengambil barang-barang yang masih berada di dalam tenda saat pembubaran berlangsung.
Gerakan ini menolak kebijakan IPI yang dinilai mendorong komersialisasi pendidikan dan membatasi akses mahasiswa dari keluarga kurang mampu. “Pendidikan yang seharusnya dapat diakses semua orang, malah dijadikan komoditas yang hanya dinikmati kelas menengah atas,” tulis Nenda UI melalui akun X-nya.
Pembubaran aksi damai tersebut juga dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945. Massa aksi menilai alasan “mengganggu ketertiban” hanyalah bentuk pembungkaman yang sarat muatan klasisme.
“Seluruh kawasan UI seharusnya menjadi ruang publik yang menjamin kebebasan akademik dan ekspresi,” lanjut mereka dalam rilis pers.
Dalam tuntutannya, Nenda UI mendesak:
Hingga berita ini diturunkan, Rektor UI Heri Hermansyah belum menemui peserta aksi maupun membuka ruang audiensi. Dalam wawancara bersama Tempo dua pekan lalu, Heri mengakui adanya kenaikan IPI dan UKT. Ia menyatakan, kebijakan tersebut diambil untuk meningkatkan layanan dan fasilitas kampus.
Teks: Cut Khaira
Editor: Dela Srilestari
Foto: Istimewa
Desain: Kania Puri A. Hermawan
Pers Suara Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas!