Refleksi Nilai Pancasila di Era Pandemi: PPKM & Vaksinasi Massal, Solusi atau Ironi?

Redaksi Suara Mahasiswa · 7 Agustus 2021
4 menit
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Dewasa ini, dua sila dalam Pancasila tersebut hanyalah khayalan belaka. Pertanyaan ideologis yang banyak digencarkan, narasi represif yang diusungkan, dan infografis-infografis kritik yang dibuat tidak jarang diminta paksa untuk diarsipkan. Saya Bunga Dewi Maharani, mahasiswa program studi Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia, salah satu dari sekian banyak mahasiswa kritis yang menuangkan isi pikirannya ke dalam tulisan, sebab inilah cara paling aman untuk menyalurkan argumen-argumen yang terlintas di kepala.

Ketidakadilan dan ketimpangan merupakan salah satu dari banyaknya isu yang membuat rakyat bergerak. Ketimpangan ekonomi dan tidak meratanya distribusi vaksin di Indonesia menyebabkan kita sebagai mahasiswa patut bertanya menggunakan akal kritis. Sebenarnya, mengapa hal ini bisa terjadi? Budaya kepartaian yang feodalistik-sentralistik, menyamarkan kejujuran kritik, para demagog melontarkan janji-janji palsu. Tidak heran mengapa distribusi vaksin di Indonesia layaknya seperti zaman pemerintahan orde baru yang sentralistik. Penyelesaian ketegangan sosial, hal yang seharusnya dapat diselesaikan melalui ruang publik yang diskursif, justru diseret ke dalam yurisdiksi hukum dengan alasan “negara hukum”.

Kritik tentang persoalan vaksin dianggap delusi semata. Proteslah, biar kalian kami gebuk! Tunduk atau ikuti instruksi otoritas! Tidak ada pilihan untuk masyarakat sipil, padahal kebebasan sendiri merupakan esensi manusia. Namun, mengapa kebebasan ini dikendalikan oleh pemerintah? PPKM yang diperketat seakan-akan berbicara tentang keamanan publik untuk menghindari bahayanya Covid-19. Benar memang aman bagi kalangan atas, bagaimana nasib kalangan menengah ke bawah? Gerak kalian kami batasi, soal urusan makan ya cari sendiri. Siapa yang akan diyakinkan pemerintah untuk percaya sila kelima jika ternyata “keadilan sosial” tidak “bagi seluruh rakyat indonesia”? Seolah-olah masyarakat diminta berpikir bahwa degradasi kualitas hidup rakyat seluruhnya disebabkan oleh faktor global, bukan faktor dalam negeri sendiri.

Hal lain yang menyebabkan tidak meratanya distribusi vaksin ini juga karena pemerintah tutup mata dengan alternatif lain yang ada. Banyak oknum yang gencar melakukan vaksin massal dengan dalih untuk menghentikan penyebaran Covid-19 ini. Padahal, jika ditelaah lebih dalam dengan perspektif filsafat ilmu pengetahuan, vaksin bukanlah jalan satu-satunya untuk menghentikan penyebaran virus Covid-19 ini sendiri. Dalam Anarkisme Metodologis yang diusung oleh Filsuf kelahiran Austria yaitu Paul Feyerabend, ia menekankan konsep anything goes atau tidak ada metode ilmiah yang genuine tunggal melainkan banyak. Menurutnya, Ilmu sangat berhasil bukan dengan cara mengikuti aturan-aturan ketat (strict rules), melainkan dengan mengaplikasikan hipotesis yang saling bersaing, inkosisten, namun dapat diuji (testable). Bahkan, pendekatan rasional sukses karena menyimpan asumsi-asumsi kurang rasional. Jadi, sebetulnya cara ilmuwan bekerja bukan dengan mengikuti satu buku pedoman yang baku, melainkan mereka bandingkan sejumlah banyak gagasan atau hipotesis yang saling bersaing lalu mereka uji. Artinya, ada banyak pendekatan.

Dalam hal menghentikan penyebaran virus Covid-19 ini, berdasarkan metode yang diusung oleh Feyerabend, tidak boleh hanya terpaku pada solusi bahwa vaksin massal adalah hal satu-satunya yang terbaik dan wajib dilakukan. Ada banyak solusi lain, misalnya seperti vaksin Nusantara. Vaksin tersebut merupakan langkah nasionalisme yang didukung untuk menyetarakan derajat bagi setiap manusia terutama bagi pasien Covid-19 yang tidak bisa disuntik dengan vaksin massal. Vaksin Nusantara sendiri merupakan terapi imun melawan Covid-19. Sayangnya, dampak dari imperialisasi ideologis yang membuat masyarakat tidak sadar bahwa ilmu itu pada praktik, asumsi, juga teorinya beragam, dan yang masyarakat tahu ilmu adalah universal. Oleh karena itu, tidak heran kenapa vaksin Nusantara tidak sepopuler vaksin massal, bahkan penelitiannya sudah dihentikan.

Pemikiran sangat ekstrem dari Feyerabend yang menekankan pada teori kebebasan yang bervisi dengan statementanything goes” memfokuskan untuk jangan terpaku pada metodologi tunggal, tetapi kita harus membuka diri pada alternatif. Dengan cara itulah ilmu berkembang. Seperti kata pepatah “Banyak jalan menuju Roma”, vaksin massal bukan satu-satunya jalan untuk menghentikan penyebaran virus Covid-19 itu sendiri. Ada banyak alternatif lain untuk menghentikan penyebaran virus Covid-19, salah satunya seperti vaksin Nusantara juga banyak obat-obatan tradisional khas Indonesia yang mungkin bisa menyembuhkan Covid-19 ini, tetapi sayangnya tidak terekspos. Sebagai manusia yang memiliki akal budi, kita harus membuka diri pada alternatif lain. Jangan terpaku pada metodologi yang genuine tunggal karena dengan itulah ilmu pengetahuan berkembang. Juga jangan menelan mentah-mentah apa yang dikatakan oleh para oknum tentang vaksin massal. Kita tidak akan pernah tahu apa yang ada di dalam the id oknum itu sendiri karena yang kita lihat hanyalah ego juga super-ego yang muncul dalam realitas.

Bayangkan bila persoalan tentang dilema distribusi vaksin di Indonesia dijadikan “studi kasus” dalam seminar di sebuah universitas, dianalisis dengan menggunakan perspektif sosial politik, dan muncul pertanyaan: apakah pemerintah gagal menjamin pengadaan dan pemerataan distribusi vaksin di Indonesia dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat sipil? Kemudian, pertanyaan ini melahirkan pertanyaan ideologis yang digagas oleh mahasiswa kritis: apakah bisa dikatakan bahwa pemerintah gagal memanusiakan rakyat, yang mana ini melanggar sila kedua Pancasila, dan gagal mendistribusikan vaksin secara adil, jadi melanggar sila kelima Pancasila? Teknologi media massa memang berperan penting dalam pembentukan “kesadaran sosial”, namun harus ada penjelasan konseptual tentang “momentum” predasi ini. Dalam hal inilah kaum muda berperan dalam gerakan sosial itu.

Masyarakat mungkin memang masih percaya dan puas terhadap kinerja pemerintah pada masa pandemi, tetapi yang perlu ditekankan adalah sejauh mana rakyat mendukung kebijakan pemerintah. Kepercayaan masyarakat tidak serta-merta hanya membebankan rasa percaya terhadap pemerintah. Tindak lanjut dan upaya timbal balik dari masyarakat adalah hal yang sangat penting untuk membawa dampak bagi optimalisasi kebijakan preventif Covid-19. Seandainya masyarakat hanya percaya tetapi tidak melaksanakan kebijakan sesuai ketentuan, maka kepercayaan tersebut hanya sebuah ilusi sehingga akar ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah akan timbul ketika suatu kebijakan urgen diterbitkan dan rakyat percaya, namun rakyat tidak sadar bahwa mereka sendiri yang menyalahi kebijakan tersebut. Lantas, bukannya introspeksi, melainkan malah pemerintah yang disalahkan. Akibatnya, upaya optimalisasi kebijakan preventif Covid-19 mengalami stagnasi. Ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dapat memberikan implikasi yang sangat serius bagi jalannya roda pemerintahan dan setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan.

Catatan: Tulisan ini adalah hasil kontributor dan belum tentu mencerminkan sikap Pers Suara Mahasiswa UI 2021.

Referensi

BBC. (2021). “Vaksin Nusantara: Penelitian metode 'sel dendritik' dilanjutkan untuk terapi imun lawan Covid dan bukan untuk produksi vaksin”. BBC. Diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56820177

Bestari, NP. (2021). “Sempat Bikin Heboh, Begini 'Ending' Vaksin Nusantara Terwan”. CNBC. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210420223944-37-239408/sempat-bikin-heboh-begini-ending-vaksin-nusantara-terwan

Osborn, R. (1965). Marxism and Psychoanalysis. New York: Dell Publishing.

Prof. Darwis A. Soelaiman, P. (2019). Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam. Banda Aceh: Bandar Publishing.

Teja, H. (2020). Suara Rakyat Suara Tuhan. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

Teks: Bunga Dewi Maharani (FIB UI)
Ilustrasi: Berliana Dewi R.
Editor: Ruth Margaretha M.

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!