Logo Suma

Rektor Menyapa: Menyuarakan Keresahan IKM UI dalam Dialog ‘Bapak dan Anak’

Redaksi Suara Mahasiswa · 23 Februari 2025
4 menit

Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa UI (MWA UM UI) mengundang IKM UI untuk menyuarakan keresahan dan aspirasinya di forum ‘Rektor UI Menyapa Mahasiswa’ pada Jumat, 21 Februari 2025, di Pusat Kegiatan Mahasiswa UI.

Prof. Heri Hermansyah, rektor Universitas Indonesia (UI) periode 2024–2029, berjanji akan membawa UI menjadi universitas yang unggul dan impactful dalam lima tahun ke depan. Untuk memperlihatkan keseriusannya, ia membuka forum dialog dengan mahasiswa yang diselenggarakan dalam suasana kekeluargaan. Dalam forum, ia bahkan menyebut dirinya dan mahasiswa sebagai ‘bapak dan anak’.

Forum diskusi ini dihadiri oleh berbagai unsur IKM UI, baik rektor, wakil rektor, dosen, MWA UM, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan mahasiswa lainnya. Acara yang semula bertajuk ‘Desak Rektor’ dan direncanakan akan dimulai pada 18.30 ini, justru dimulai pada 19.30. Namun, penundaan ini tentu tidak menurunkan antusiasme para IKM UI dalam berdialog bersama rektor.

Acara diawali dengan pembukaan oleh Muhammad Zahid Abdullah selaku Ketua MWA UM UI periode 2024, Prof. Heri Hermansyah selaku Rektor UI saat ini, dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Genderang UI yang dipimpin oleh Sudibyo selaku Direktur Kemahasiswaan dan Beasiswa UI.

Melihat partisipasi aktif di dalam IKM UI, Prof. Heri juga mengajak mahasiswa untuk datang ke rektorat dan bertukar ide sembari menikmati kopi. Tidak hanya itu, ia juga membagikan nomor ponselnya kepada peserta forum dan berjanji untuk mendengar segala aspirasi ataupun keresahan secara langsung.

IKM UI Menyuarakan Keresahannya

Forum ini menjadi kesempatan bagi para peserta untuk saling berdiskusi terkait berbagai isu yang meliputi UI selama ini. Fawaz, perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum UI, mengajukan pertanyaan terkait persetujuan UU Minerba. Ia mewakilkan mahasiswa lain yang kecewa dengan keputusan tersebut dan menolak dengan tegas pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi.

Sebagai jawaban, Prof. Heri menegaskan bahwa keputusannya bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Ia memastikan bahwa UI tetap menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Beralih dari perkara tersebut, penanya selanjutnya menuntut haknya sebagai mahasiswa untuk mendapatkan lahan parkir. Ia mengeluhkan biaya lahan parkir dan keterbatasan lahan. “(Kami) sudah membayar, tapi tidak mendapat akses parkir. Bagaimana dengan fasilitas kampus? Apakah lahan parkir akan diperluas, mungkin, Pak?”

Menjawab hal tersebut, Prof. Heri lantas memberitahukan rencananya dalam memperluas lahan parkir. Ia berencana membangun gedung parkir di exit tol dekat Rumah Sakit UI dan depan Stasiun UI.

Keberlangsungan Satgas PPKS selama Prof. Heri bertugas turut dipertanyakan oleh Maura selaku perwakilan MWA UI. Rektor UI pun merekap ulang surat perjanjian yang sudah ia tandatangani perihal Satgas PPKS yang berada di bawah naungan Edmon Makarim selaku Kepala Badan Penjaminan Mutu dan Pengawasan Internal.

Sistem Pelaporan Dugaan Pelanggaran Universitas Indonesia (SIPDUGA UI) menjadi solusi yang ditawarkan Prof. Heri untuk menangani pelanggaran etika pendidikan baik bagi sesama mahasiswa maupun dosen. Selain melaporkan adanya kekerasan seksual, mahasiswa juga dapat melaporkan dosen yang melupakan tanggung jawabnya dalam mengajar ke SIPDUGA UI.

Faiq, perwakilan mahasiswa FIB sekaligus penghuni asrama UI selama kurang lebih 2,5 tahun, turut menyampaikan isu yang dihadapi penghuni asrama. Menurutnya, kesejahteraan berbagai elemen yang mendiami asrama perlu diperhatikan. Mulai dari isu kesehatan mental, ketidakharmonisan antara mahasiswa Indonesia dan internasional, hingga potensi terjadinya kasus kekerasan seksual di dalam lingkungan asrama.

Pemindahan layanan konseling khusus mahasiswa asrama ke Klinik Satelit Makara UI juga menjadi problematika tersendiri. Dengan adanya pemindahan, hal tersebut lantas mengakibatkan para penghuni harus menunggu antrean selama tiga sampai empat bulan untuk melakukan konseling.

Masih dalam isu kesehatan mental, Salsabila sebagai perwakilan Departemen Kajian Dan Aksi Strategis BEM UI menjabarkan hasil survei mahasiswa UI yang mengkhawatirkan. Dalam penemuannya, ia menyebutkan bahwa sebanyak 48.8% dari seribu orang mahasiswa yang mengisi survei terindikasi depresi parah. Bahkan di antaranya, 254 orang pernah melakukan percobaan bunuh diri setidaknya sekali.

Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kondisi fasilitas yang disediakan. Keterbatasan fasilitas kesehatan mental di Klinik Satelit Makara UI memang menjadi isu yang telah lama disuarakan. Sejauh ini, hanya ada 12 psikolog untuk menghadapi 4.000 sesi konseling. Beban kerja yang berlebih ini jelas menciptakan ekosistem konseling yang tidak sehat baik untuk mahasiswa maupun psikolog.

Kepala Klinik Satelit Makara UI menyampaikan bahwa penanganan kesehatan mental menjadi tanggung jawab mereka. Mereka telah mengupayakan berbagai cara untuk mencoba menghadapi problematika yang ada. Mulai dari mengadakan seminar bagi mahasiswa dan dosen ketika Dies Natalis, hingga mengadakan pelatihan-pelatihan untuk mahasiswa dan dosen yang melibatkan alumni Fakultas Psikologi.

Pada dialog terbuka ini, IKM UI juga mempertanyakan kurikulum di iklim UI yang saat ini belum mengakomodasikan sistem konversi aktivitas organisasi dan unit kegiatan mahasiswa (UKM) menjadi satuan kredit semester (SKS). Padahal, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas oleh Nadiem Makarim memungkinkan konversi SKS mahasiswa melalui transkrip.

Menanggapi pernyataan tersebut, Prof. Mahmud Sudibandriyo selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, menyampaikan bahwa kurikulum disusun berdasarkan kompetensi program studi. Aktivitas UKM dan organisasi kemahasiswaan lainnya mungkin dapat dimasukkan sebagai pilihan, tetapi bukan sebagai inti dalam kurikulum.

Rektor Harus Lebih Dekat Lagi dengan Mahasiswa

Respons positif diberikan Pihak BEM, MWA, dan jajaran pimpinan rektorat terhadap pelaksanaan forum ini. Faiq, sebagai penghuni yang rutin menyuarakan permasalahan di lingkup asrama, mengaku puas dengan adanya forum ini.

“Harapannya, sebenarnya, kalau bisa, agenda dialog rektor seperti ini harus jadi agenda yang penting. Kemudian, harapanku juga buat rektor yang sedang menjabat sekarang supaya bisa dekat lagi dengan mahasiswa dan mau memahami sistem-sistem yang ada di mahasiswa,” tambahnya.

Di satu sisi, Devani sebagai perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2022, mengapresiasi Prof. Heri dan jajarannya yang bersedia menanggapi pertanyaan mahasiswa mengenai berbagai isu.

Ia berpendapat bahwa forum diskusi ini memiliki unsur kebaruan, tetapi ia juga cukup menyayangkan jawaban Prof. Heri yang kurang memuaskan. “Harapan ke depannya, semoga Pak Heri, Bapak Rektor kita, tetap mendengarkan aspirasi mahasiswa dan merealisasikannya, serta mempertahankan acara seperti ini.”

Maura sebagai perwakilan MWA UI, turut memuji keberanian Prof. Heri beserta jajarannya. Ia juga menitipkan masa depan UI selama lima tahun ke depan di tangan kepengurusan baru tersebut.

Teks: Pradnya Paramitha dan Grace Tereneysa

Editor: Naswa Dwidayanti Khairunnisa

Foto: Pradnya Paramitha

Desain: Hanif Ridhwan Nuruddin

Pers Suara Mahasiswa UI 2025

Independen, Lugas, dan Berkualitas!