Rilis Pers Diskusi Publik "Dikritik karena Mengkritik: Menyoal Iklim Demokrasi di Kampus"

Redaksi Suara Mahasiswa · 2 Juli 2021
3 menit

Telah berlangsung Diskusi Publik “Dikritik karena Mengkritik: Menyoal Iklim Demokrasi di Kampus” pada Kamis (1/7) pukul 19.30-22.30 WIB melalui platform Zoom Meeting dan Live YouTube. Diskusi publik ini dilatarbelakangi oleh pemanggilan fungsionaris BEM UI dan DPM UI yang menyebabkan kegaduhan, pasca pengunggahan konten infografis BEM UI yang menjuluki Presiden Joko Widodo sebagai The King of Lip Service. Unggahan tersebut adalah publikasi ulang yang berasal dari akun media sosial BRIGADE UI. Dalam unggahan tersebut, disebutkan beberapa kritik terkait ucapan Presiden yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hal itu memicu pro-kontra di masyarakat

Pihak rektorat UI memanggil sejumlah jajaran fungsionaris BEM UI dan DPM UI untuk dimintai keterangan atas penyampaian kritik tersebut. Pemanggilan fungsionaris yang dianggap melanggar kebebasan akademik serta mempertanyakan iklim demokrasi di dalam Universitas Indonesia. Argumentasi rektorat sendiri bahwa kritik tersebut disampaikan di luar koridor hukum yang berlaku; Presiden adalah simbol negara, dan pemanggilan ini merupakan bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan di UI.

Pada perkembangannya, berbagai pihak menilai reaksi rektorat UI ini berlebihan; dianggap merupakan pelanggaran terhadap hak dan kebebasan berpendapat, represi kebebasan akademik, hingga upaya menciptakan kesan orde baru dalam kampus. Ekses dari polemik ini pun beragam, mulai dari adanya upaya peretasan akun sejumlah fungsionaris BEM UI hingga terkuaknya isu rangkap jabatan dan konflik kepentingan dalam UI.

Diskusi publik “Dikritik karena Mengkritik: Menyoal Iklim Demokrasi di Kampus” mengundang beberapa pembicara yaitu Zastrouw al-Ngatawi selaku perwakilan dari rektorat UI yang mewakili Prof. Harris karena beliau berhalangan hadir, Ade Armando dari Civil Society Watch dan pegiat media sosial yang juga merupakan dosen di prodi Ilmu Komunikasi UI, Taufik Basari anggota Komisi 3 DPR RI, Bayu Satria Ketua BEM FISIP UI 2021,  Fandy Achmad Project Officer Brigade UI 2020, serta Aditya Perdana Dosen Ilmu Politik UI yang mendalami studi demokrasi dan hak kebebasan berpendapat. Diskusi dibuka oleh Dian Amalia, Reporter Pers Suara Mahasiswa UI selaku moderator. Sesi diskusi dimulai oleh Fandy untuk menjelaskan proses yang dilakukan Brigade UI. Ia menjelaskan ketika menyusun publikasi tentunya melibatkan kajian dan riset, brainstorming, serta filtering oleh Biro Humas BEM UI. Fandy mempertanyakan bagaimana mungkin unggahan BEM UI disebut “tidak intelektual” jika melibatkan proses akademik di dalamnya.

Hal ini kemudian ditimpali oleh pemaparan Ade. Menurutnya, kajian yang dilakukan oleh BEM UI tidak substansial. Salah satu contohnya terletak pada pernyataan BEM UI bahwa Jokowi melakukan revisi terhadap UU ITE untuk merepresi, padahal kesalahan tersebut terletak pada DPR yang menolak revisi dari pemerintah. Sehingga menurutnya ini menunjukkan kesalahan logika dalam pembuatan poster “Jokowi: The King of Lip Service”. Ade juga menyayangkan ketidakhadiran BEM UI 2021 dan Brigade UI 2021 dalam forum diskusi ini.

Terkait pemanggilan fungsionaris oleh pihak universitas, Taufik mengkritik respons rektorat yang sangat reaktif. Dalam pemaparannya, Taufik mengatakan kritik merupakan bagian dalam kebebasan berekspresi, apapun gaya kritiknya. Inilah proses kita dalam berdemokrasi. Namun, sebagai pengkritik, menurutnya harus hati-hati agar tidak terjerumus pada menyebarkan informasi yang tidak tepat. Lagi-lagi senada dengan Ade, Taufik menyayangkan BEM UI yang tidak hadir yang mana BEM UI seharusnya terbuka pada ruang dialog karena tujuan dari kritik adalah untuk membuat perubahan.

Melihat dari perspektif mahasiswa, Bayu menjelaskan mengenai iklim demokrasi yang menurutnya pincang di Indonesia, utamanya di UI, termasuk mengenai polemik surat pemanggilan dari rektorat dan upaya penurunan konten di Instagram serta intimidasi oleh pihak kampus.

Menanggapi hal tersebut, Zastrouw yang mewakili pihak Rektorat UI mengatakan bahwa pihak rektorat tidak pernah melakukan intimidasi. Pemanggilan yang dilakukan oleh rektorat hanya bertujuan untuk mendapatkan klarifikasi. Menurutnya, UI tidak bersikap reaksioner, hanya mencegah reaksi masyarakat supaya tidak melebar. Demikian, Zastrouw juga mengatakan bahwa selama ini UI bahkan berusaha melindungi mahasiswa ketika terjerat kasus. Sama halnya dengan Ade, ia juga menyayangkan ketidakhadiran BEM UI dalam diskusi ini yang menyebabkan ketidakutuhan informasi.

Ketika membahas ruang demokrasi mahasiswa, Aditya menegaskan bahwa mahasiswa memiliki hak untuk “berteriak-teriak” di jalan dan menyampaikan pendapatnya. Ini merupakan bagian dari demokrasi. Namun, untuk menghasilkan perubahan yang konkrit, kritik perlu dibarengi dengan strategi lain dengan menjadi cerdas dalam bermain politik. Misalnya, mahasiswa bisa menyuarakan keresahan kepada mereka yang berwenang menghasilkan perubahan dengan memberi pandangan kepada lembaga legislatif dan eksekutif.

Diskusi pada hari tersebut berlangsung dengan alot dengan perdebatan-perdebatan argumentatif yang menciptakan ruang diskusi informatif kepada khalayak mengenai iklim demokrasi kampus. Para pembicara saling melempar argumen pada satu sama lain. Suasana diskusi yang padat tersebut bertahan hingga akhir sesi. Di akhir sesi, para pembicara mengemukakan closing statement dengan sudut pandang mereka masing-masing. Pada pukul 22.30 WIB, diskusi resmi berakhir dan ditutup oleh sesi foto bersama.

Kampus harus merdeka dari segala macam kepentingan, terutama kepentingan bisnis dan politik. Tentunya, segala ancaman terhadap kebebasan akademik di kampus haruslah dihilangkan. Adanya diskusi ini membuktikan bahwa iklim diskusi antara mahasiswa, dosen, dan pemerintah, dapat berdialog bersama. Hal ini idealnya dapat disediakan oleh universitas selaku lembaga yang berbasis pengetahuan dan kebijaksanaan. Diskusi publik ini juga menyediakan ruang untuk partisipasi publik, dalam bentuk pembukaan pertanyaan publik dan pembukaan sesi obrolan interaktif di YouTube Suara Mahasiswa UI. Siaran diskusi publik dapat diakses di YouTube Suara Mahasiswa UI.

Teks: Redaksi Suara Mahasiswa UI
Foto: Faizah Diena
Editor: Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!