Dan terjadi lagi, RKUHP Sah di Tengah Gelombang Protes Masyarakat

Redaksi Suara Mahasiswa · 6 Desember 2022
2 menit

Rancangan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (RKUHP) resmi disahkan dalam Rapat Paripurna yang berlangsung di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Selasa (06/12). Keputusan tersebut diambil pada rapat yang dipimpin oleh Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI dari fraksi Partai Gerindra, tepat satu hari setelah koalisi masyarakat sipil menggelar Aksi Tolak RKUHP.

Sebelumnya, pada Kamis (24/11) Komisi III DPR RI bersama dengan pemerintah telah mengesahkan RKUHP pada pembahasan tingkat I, hasil dari pembahasan itu kemudian dibawa  untuk disahkan di rapat paripurna.

“Kami menanyakan kepada seluruh peserta sidang, apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disahkan jadi Undang-Undang?” tanya Dasco yang segera disambut jawaban setuju oleh seluruh peserta.

Meskipun mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, pengesahan RKUHP tetap terjadi pada hari ini dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh anggota DPR RI secara fisik dan virtual. Sebelum disahkan, sidang paripurna pengesahan RKUHP menjadi undang-undang sempat diwarnai adu argumen. Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis mengatakan bahwa ia akan mengajukan beberapa pasal yang ia anggap bermasalah kepada Mahkamah Konstitusi.

“Pasal 240 yang menyebutkan, yang menghina pemerintah dan lembaga negara dihukum tiga tahun. Ini pasal karet yang akan menjadikan negara Indonesia dari negara demokrasi menjadi negara monarki. Saya meminta supaya pasal ini dicabut… Ini juga kemunduran dari cita-cita reformasi,” kata Iskan.

Dilansir dari Tempo, Ketua Komisi II DPR RI, Bambang Wuryanto, mengatakan proses pembuatan RKUHP telah diselenggarakan dengan terbuka dan hati-hati, termasuk pembahasan pasal-pasal kontroversial. Bambang menyebut penyempurnaan RKUHP ini telah mengakomodasi masukan masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh.

Kendati anggota DPR RI mengklaim sudah mengakomodir aspirasi publik, nyatanya masih ada gelombang besar penolakan pengesahan RKUHP dari sejumlah masyarakat, persis sehari sebelumnya (5/12). Aliansi masyarakat sipil yang melakukan penolakan menganggap draf akhir RKUHP masih mengandung sejumlah pasal kontroversial yang anti-demokrasi, melanggengkan korupsi, mengatur ruang privat (kontrasepsi dan kumpul kebo), hingga memiskinkan rakyat. Penolakan yang bergulir sejak demo besar mahasiswa tahun 2019 tersebut bahkan masih berlanjut hingga hari ini tepat di depan gedung DPR.

Baik DPR RI maupun Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengakui bahwa draf akhir RKUHP tidak memuaskan semua pihak. Dikutip dari situs resmi DPR RI, Dasco mempersilakan agar masyarakat yang menolak dapat menempuh jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi karena menurutnya RKUHP telah berkali-kali didiskusikan melalui kajian.

"Kita kan ada jalur konstitusional. Yang tidak puas boleh upaya ke MK misal. Pembahasan RKUHP ditunda, dan kali ini tinggal pasal krusial yang menurut kita bisa diterima dengan baik di masyarakat jika disosialisasikan," ungkap Dasco.

Begitu pula Bambang Wuryanto yang mengatakan bahwa masyarakat dapat menempuh jalur hukum, jika ‘ada yang merasa sangat mengganggu’.

“Tidak perlu demo… Detil-detilnya bisa kita diskusikan per pasal, tapi secara umum sudah kita diskusikan,” kata Bambang dalam konferensi pers usai pengesahan RKUHP menjadi undang-undang di DPR, Selasa (06/12).

Undang-undang KUHP baru ini akan berlaku tiga tahun sejak disahkan. Menurut Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, tiga tahun adalah waktu yang cukup bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan para penegak hukum.

Teks  : Khoirul Akmal, Masning Salamah
Editor  : Dian Amalia
Foto  : Detik.com

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!