Koalisi Sipil Desak Pengesahan RUU PPRT Lewat Aksi Rabuan

Redaksi Suara Mahasiswa · 1 Februari 2023
3 menit

Pada hari Rabu (01/02) pukul 10.00 WIB, Koalisi Sipil untuk UU PPRT kembali menyelenggarakan aksi demonstrasi Rabuan tepat di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Aksi demonstrasi ini merupakan aksi rutin setiap hari Rabu yang dilaksanakan oleh koalisi untuk mendesak pemerintah agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Meskipun diguyur hujan, aksi tetap dilaksanakan dengan diikuti oleh 35 – 40 peserta. Peserta aksi terdiri dari PRT yang beberapa di antaranya merupakan korban kekerasan. Aksi Rabuan kali ini mengangkat tema "Duka Berita Khotimah Aksi Panggung Solidaritas Khotimah yang Terbaring di RS" sebagai bentuk solidaritas para PRT terhadap Siti Khotimah, pekerja rumah tangga yang menjadi korban kekerasan oleh majikan dan rekan kerjanya pada Desember silam.

Foto: Payung Hitam Sahkan RUU PPRT/Sumber: Alma


Melansir dari Kompas, Siti mendapat perlakuan tidak menyenangkan seperti diborgol, tidak diberi makan, dan dipaksa tidur di kandang anjing oleh majikannya. Siti juga kerap dipukuli, tangannya disundut besi panas dan rokok, bahkan kakinya disiram air panas. Selain itu, upah yang seharusnya menjadi hak Siti pun tidak dibayar. Kasus ini baru terungkap setelah Siti pulang ke kampung halamannya, kemudian keluarganya langsung melapor ke Polres Pemalang untuk diteruskan ke penyidik Polda Metro Jaya.

Merespon hal ini, para demonstran pun menampilkan aksi teatrikal tentang bagaimana pekerja rumah tangga disiksa oleh majikannya. Sebagian peserta aksi hadir mendandani dirinya dengan mencoretkan noda merah pada wajah dan tubuhnya sebagai representasi dari seorang pekerja rumah tangga yang mengalami kekerasan saat bekerja. Aksi ini turut menyampaikan pesan kepada pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PPRT agar korban seperti Khotimah mendapatkan hak, perlindungan, dan keadilan.

“Satu korban itu tidak bisa ditolerir di dalam prinsip kemanusiaan. Jadi, sudah sepatutnya RUU PPRT didesak untuk disahkan,” tutur Lita Anggraini, koordinator nasional Jaringan Advokasi Nasional (JALA) PRT saat aksi Rabuan (01/02).

Mangkrak 19 Tahun, RUU PPRT Harus Segera Disahkan

Melansir laman BBC News, JALA PRT melaporkan setidaknya terdapat 3.255 kasus kekerasan yang dialami oleh PRT pada periode 2015 – 2022. Ironisnya, angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya.

“Berapa korban lagi yang dibutuhkan oleh DPR untuk PRT terus menderita?” ujar Lita.

Lita menegaskan urgensi diterbitkannya RUU PPRT adalah karena PRT bekerja pada rumah-rumah yang tidak dapat dipastikan perlindungannya sehingga nasib PRT seperti diserahkan begitu saja kepada pemberi kerja. Kasus-kasus selama ini pun menunjukkan PRT tidak dihargai dan dilakukan semena-mena, misalnya PRT tidak boleh berkata lelah atau meminta libur kepada majikannya. Perilaku semena-mena ini diungkap oleh Lita dikarenakan belum adanya norma ketenagakerjaan terhadap PRT.

“Ini (norma ketenagakerjaan PRT -read) kan, tidak diatur. Jadi, kita mendesak karena korban-korban terus berjatuhan,” jelas Lita.

Lita menekankan bahwa RUU PPRT telah melewati uji publik, studi banding, serta riset di sepuluh kota. Artinya, berbagai kelompok masyarakat sudah terlibat dan berpartisipasi. Oleh karena itu, JALA PRT melihat tidak ada lagi alasan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU PPRT.

"Kalau sampai tanggal 14 RUU PPRT belum juga diinisiatifkan (oleh DPR -red) untuk dibahas pemerintah, kami akan melakukan mogok makan dan puasa massal," tegas Lita.

Lita menjelaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seharusnya mengagendakan RUU PRT sebagai UU Inisiatif dalam Rapat Paripurna.

"Tapi sampai sekarang, kan, masih ditahan aja sejak Rapat Pleno Baleg 1 Juni 2020. Artinya sudah satu setengah tahun," ungkapnya.

Teranyar, Presiden Jokowi sendiri telah mendorong DPR RI untuk mempercepat pembahasan RUU PPRT agar dapat diwujudkan dalam bentuk undang-undang. Namun, melansir Tempo, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan masih membahas substansi RUU tersebut sambil mendengarkan aspirasi dari masyarakat.

“Berharap agar pemerintah untuk segera mengesahkan RUU yang telah mangkrak selama 19 tahun menjadi UU agar PRT terlindungi dari tindakan diskriminasi dan tidak ada lagi Siti Khotimah lainnya,” tutur Eti.

Foto: Rizky, PRT Korban Kekerasan/ Sumber: Rakan


Rizky adalah salah satu korban kekerasan majikannya saat ia berusia 18 tahun, dalam aksi Rabuan kali ini, Rizky turut membagikan harapannya untuk pengesahan RUU PPRT.

"Semoga segera disahkan RUU PPRT. Minta tolong, Pak Jokowi. Semoga (PRT dapat -red) dilindungi dan tidak ada lagi korban-korban kekerasan lain selain saya," harap Rizky.

Teks: Siti Aura Dita, Adella Putri, Shalihuddin Taufiqurrahman, Daffa Ulhaq
Editor: M. Rifaldy Zelan
Foto: Alma Nanda Kayana

Pers Suara Mahasiswa UI 2023
Independen, Lugas, dan Berkualitas!