Logo Suma

Setahun Pasca Pembredelan Lintas, Represi Masih Hantui Media Kampus

Redaksi Suara Mahasiswa · 18 Maret 2023
3 menit

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon menyelenggarakan diskusi umum mengenai peringatan satu tahun pembredelan LPM Lintas dengan mengangkat tema Pelanggaran Hak Akibat Ketidakmerdekaan Pers Mahasiswa pada Jumat lalu (17/03).

Acara tersebut dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom Meeting dengan dihadiri oleh empat narasumber yang mewakili setiap sudut dari permasalahan ini. Di antaranya terdapat Yolanda Agne dari LPM Lintas IAIN Ambon, Dhia Al Uyun dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Gema Gita Persada dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, dan juga Dian Andi selaku perwakilan Dewan Pers.

Pemberitaan Kekerasan Seksual Berujung Pembredelan, Hingga Kini Belum Temui Titik Terang Keadilan

Pada tahun 2022 lalu, LPM Lintas IAIN Ambon dibekukan keberadaannya akibat memberitakan kasus kekerasan seksual yang dimuat di dalam majalah berjudul IAIN Ambon Rawan Pelecehan. Yolanda Agne, anggota LPM Lintas IAIN Ambon, menerangkan secara jelas kronologi kekerasan seksual yang terjadi di IAIN Ambon.

“Pelecehan seksual dialami oleh 32 korban dan 14 terduga pelaku, tetapi sampai saat ini belum mendapatkan tindak lanjut dari pihak kampus,” ungkap Yolanda.

Satu hari setelah majalah berita tersebut beredar, dua anggota LPM Lintas menerima tindak kekerasan berupa pemukulan dari pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan tersebut.

Dari pemberitaan itu imbasnya dua anggota LPM Lintas mengalami kekerasan fisik, LPM Lintas mendapat surat pembekuan, dan juga studi mahasiswa yang membantu mengurus advokasi LPM Lintas dijeda oleh pihak kampus.

Yolanda menceritakan bahwa pihak kampus memberikan tekanan kepada mahasiswa yang membantu advokasi berupa ancaman akan diberhentikan sementara dari kampus.

Kamu masih ingin mengikuti advokasi atau memilih kuliah?” ujar Yolanda menirukan ucapan pihak kampus. Namun, mahasiswa tersebut tetap pada pendiriannya untuk mengadvokasi kasus LPM Lintas. Dampaknya, studi mahasiswa tersebut dihentikan sementara.

Oh, ya, sudah, berarti studi kamu untuk sementara tidak bisa dilanjutkan karena masih berurusan dengan Polda,” ucap pihak kampus yang disampaikan kembali oleh Yolanda pada diskusi umum.

Dhiya Al Uyun selaku perwakilan dari KIKA berbicara melalui sudut pandang korban kekerasan seksual yang menderita dan membutuhkan perlindungan.

“Rektorat tidak berhak mengadili,” ucap Dhiya. Selain rektorat tidak memiliki kewenangan, saat ini Indonesia telah memiliki undang-undang tersendiri yakni Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual.

Kerentanan Pers Mahasiswa dalam Pandangan Dewan Pers

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kejadian pembredelan dan diskriminasi terhadap pers mahasiswa atau persma seperti yang terjadi pada LPM Lintas IAIN Ambon, tetapi tidak banyak yang terdengar di telinga masyarakat.

Perwakilan Dewan Pers, Dian Andi, menjelaskan bahwa keadaan persma saat ini cukup mengkhawatirkan. Masih menyangkut pada kejadian IAIN Ambon, permasalahan yang dihadapi oleh persma yaitu kekerasan fisik, ancaman pidana, dan juga adanya sanksi akademik. Permasalahan lain adalah mekanisme perlindungan persma belum sistematis. Ada masalah yang diselesaikan secara internal di dalam kampus, tetapi masih terdapat juga tindakan represif seperti diberi ancaman dan pencabutan berita.

“Pers mahasiswa pada dasarnya merupakan pengemban akun publik yang berposisi di kampus, persma juga sebagai alat kontrol sosial untuk kampusnya sendiri maupun masyarakat,” jelas Dian.

Dian menjelaskan bahwa, meskipun persma merupakan bagian dari suatu instansi/kampus, keberadaannya akan memberi pengaruh yang penting dalam pengembangan pers nasional.

“Pers mahasiswa secara hakikat atau secara ilmiahnya mirip dengan pers nasional sebagai kontrol sosial dan yang paling utama juga dalam proses kegiatannya persma ini bagian dari bakat, minat, dan pengembangan skill teman-teman sekalian,” jelas Dian.

Dian menerangkan bahwa hingga saat ini persma tidak memiliki posisi dan kedudukan di depan hukum. Hal ini mengakibatkan pondasi dasar persma untuk mendapat pembelaan masih lemah. Dian menyatakan keuntungan bagi persma jika memiliki landasan hukum yang jelas akan dapat dijadikan pedoman bagi tiap-tiap kampus, kementerian, dan juga penegak hukum.

Selanjutnya, Dian berpendapat persma sangat dibutuhkan dalam keberlangsungan suatu instansi yaitu untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan informasi yang ada di sekeliling. Persma akan memudahkan setiap instansi dalam mengkoordinir dan menyebarkan informasi dengan dasar sumber yang jelas.

“Harus ada sebuah rumusan perlindungan supaya persma dapat memiliki kebebasan berekspresi dan berpendapat. Bagaimana relasi kampus dengan persma, dengan dewan pers, dan juga organisasi profesi,” terang Dian.

“Sehingga nantinya persma tidak berkurang untuk terus berekspresi dan melahirkan karya jurnalistik. Mudah-mudahan rumusan ini dapat terwujud, bisa berupa pedoman untuk melindungi posisi dari persma,” pungkasnya.

Teks: Farras Qurota A'yun Darmawan
Foto: Himmah Online
Editor: M. Rifaldy Zelan

Pers Suara Mahasiswa UI 2023
Independen, Lugas, dan Berkualitas!