Selamat Pagi, Malam : Topeng-Topeng Kota Di Satu Malam

Redaksi Suara Mahasiswa · 27 Mei 2022
3 menit

Judul : Selamat Pagi, Malam (In The Absence Of The Sun)
Sutradara : Lucky Kuswandi
Produser : Lucky Kuswandi, Sharon Simanjuntak
Genre : Drama, Satir, Slice Of Life
Tanggal Rilis : 19 Juni 2014
Durasi : 152 Menit
Pemain : Adinia Wirasti, Dayu Wijanto, Dira Sugandi, Ina Panggabean, Marissa Anita, Trisa Triandesa

"There’s no place for us here"

Kehidupan seringkali menuntut kita untuk menggunakan “topeng” demi bisa bertahan hidup di tengah masyarakat. Rutinitas dalam pekerjaan hingga kehidupan sosial membuat kita harus menggunakan “topeng” setiap hari, hingga akhirnya identitas diri perlahan memuai. Krisis identitas dapat menghampiri siapapun, tanpa memandang derajat, gender, umur, pekerjaan, bahkan kita pun dapat mengalaminya. Banyak orang yang tidak sadar sedang mengalami krisis identitas, faktor sosial menjadi peran terbesar bagi permasalahan krisis identitas. Fenomena-fenomena  di masyarakat seringkali menjadikan identitas diri seseorang tidak begitu berarti, seperti harus mengikuti trend terbaru, mencoba menaikan status sosial dengan kepalsuan, hidup dibalik nama seseorang, hingga menjadi orang lain. Pada kenyataannya, kehidupan dengan “topeng” sudah sangat membaur hingga sulit untuk disadari keberadaanya. Namun, bagaimana jika kehidupan “bertopeng” yang tidak kita sadari berada di sekitar kita dilihat dari perspektif lain?

Film Selamat Pagi, Malam atau In The Absence Of The Sun yang disutradarai oleh Lucky Kuswandi sering mendapat nominasi di dalam negeri hingga kancah internasional, seperti Piala Citra untuk Sutradara terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Asian Future Best Film Award dan Hong Kong Asian Film Festival untuk kategori New Talent Award. Dalam wawancaranya dalam program talkshow Sarah Sechan, Lucky Kuswandi menyebutkan bahwa proses pengerjaan naskah bagi Selamat Pagi, Malam memerlukan waktu selama delapan tahun.

Alur

Selamat Pagi, Malam mengisahkan tiga kisah wanita dalam satu malam di kota Jakarta. Gia (Adinia Wirasti) seorang pembuat film yang telah lama menetap di New York memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan bertemu dengan mantan kekasihnya, yaitu Naomi (Marissa Anitta) yang telah dulu kembali ke Jakarta. Ci Surya (Dayu Wijanto) yang baru ditinggalkan oleh suaminya untuk selamanya, menemukan kenyataan bahwa  selama ini suaminya berselingkuh dengan Sofia (Dira Sugandi) yang seorang penyanyi di hotel Lone Star. Indri (Ina Panggabean) merupakan seorang pekerja di sebuah gym di Jakarta yang mempunyai keinginan untuk menaikan status ekonomi dengan mengencani pria kaya, namun hubungan mereka masih anonim, hingga akhirnya mereka bertemu di suatu restoran. Setiap tokoh memiliki cerita masing-masing pada malam itu, tetapi semuanya berakhir di satu hotel yang sama.

Cerita Satir Dibalut Sinematografi Yang Ciamik

Selamat Pagi, Malam menghadirkan kritik-kritik yang manis tentang kehidupan palsu di Jakarta. Kita diberikan suguhan realita yang jika diperhatikan akan menjadi sebuah ironi, gaya hidup yang ada di Jakarta terkadang terlalu berlebihan seperti ketika Gia bertanya kenapa Naomi harus berlangganan gym jika dia bisa berolahraga di taman. Tentunya Gia mengalami culture shock karena dia lama di New York, dilanjutkan dengan adegan di restoran yang memperlihatkan bagaimana hal yang kebarat-baratan dianggap lebih berkelas, seperti air mineral import, steak new york yang dagingnya dari australia, hingga makanan tradisional harus menggunakan bahasa asing agar lebih berkelas. Perkembangan teknologi yang begitu cepat membuat gaya hidup pun berubah, orang yang dahulu jika berkumpul bersama teman akan mengobrol satu sama lain tanpa gangguan yang berarti, tergantikan dengan kebiasaan lain yaitu bermain dengan smartphone, harus update segala sesuatu di media sosial,  bahkan satu orang harus memiliki dua gawai untuk mendapat layanan internet yang bagus.  Pada siang hari identitas semu terus digunakan oleh orang-orang dalam hidup, seperti menggunakan identitas suami sehingga lupa pada diri sendiri, berusaha mengganti identitas demi pengakuan, dan menutupi identitas karena bukan di tempat yang tepat. Film ini menggambarkan bahwa malam hari merupakan waktu dimana orang-orang dapat jujur pada identitas mereka.

Pengambilan gambar yang bagus ditambah penempatan suara yang bukan hanya menjadi suara latar, namun memberi sindiran tersendiri di dalam suatu adegan. Pengambilan gambar pada sudut-sudut kota Jakarta dan juga aktivitas masyarakat di dalamnya memberi kesan Jakarta yang sesungguhnya, seperti pasar pagi dengan kegiatanya, Monas dengan pengunjungnya, trotoar dengan kehidupannya, serta hotel dengan hiruk pikuknya. Jalan cerita yang tidak membosankan karena sindiran yang diberikan sangat nyata dan dekat dengan masyarakat, namun begitu halus sehingga penonton akan selalu merasa terhubung dengan jalannya cerita. Disamping kedekatan jalan cerita film dengan masyarakat, namun perlu memperhatikan lingkungan sekitar ketika ingin menonton karena beberapa adegan film ini cukup tabu jika di putar di Indonesia.

Film Selamat Pagi, Malam sangat cocok dijadikan film untuk bersantai, namun tetap dapat memberikan pesan yang mendalam. Film ini dapat membuat kita berpikir kembali tentang diri kita yang sebenarnya, tentang siapa kita , apa yang kita mau, dan apakah kita sudah jujur tentang itu?


Teks: Sekar Innasaprilla
Editor: Aura Annisa
Foto: Istimewa

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!