Sengkarut Implementasi Permen PPKS di Tingkat Kampus

Redaksi Suara Mahasiswa · 23 Maret 2022
3 menit

Merespon mandeknya implementasi Permen PPKS yang sudah disahkan sejak enam bulan lalu, pada Senin (21/22), Jaringan Muda Setara mengadakan konferensi pers bersama sejumlah perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang bertajuk Perspektif Perempuan Muda Kampus Melihat Implementasi Permen PPKS. Satu per satu perwakilan mahasiswa mengutarakan keluhannya mengenai sikap kampus yang masih acuh terhadap urgensi pengimplementasian Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (Permen PPKS). Hal ini membuat sivitas akademika maupun berbagai pihak eksternal kampus mempertanyakan keseriusan kampus menyoal komitmennya dalam mengimplementasikan aturan tersebut.

Enam bulan sejak disahkannya Permen PPKS pada 31 Agustus 2021, hampir seluruh kampus di Indonesia tak kunjung menggarap peraturan tersebut. Desember lalu, Suara Mahasiswa UI menghubungi Badan Legislasi dan Layanan Hukum UI (BLLH UI) untuk meminta keterangan terkait belum nampaknya progress UI dalam hal implementasi Permen PPKS. Sri Laksmi Anindita, Kepala BLLH UI merespon dengan lugas bahwa yang menjadi penghambat implementasi adalah ketidaksiapan Kemendikbud itu sendiri. BLLH UI mengaku sampai saat ini sedang menunggu instruksi dari Kemendikbud untuk merekrut Satuan Tugas (Satgas) dan Panitia Seleksi (Pansel) serta kejelasan terkait agenda Satgas dan Pansel sebelum bertugas. Menurut pihak UI, tidak adanya kejelasan yang terperinci dari Kemendikbud ini adalah kendala terbesar dalam mewujudkan implementasi Permen PPKS.

Kalutnya proses implementasi Permen PPKS ternyata bukan hanya terjadi di kampus UI saja, melainkan juga telah menjadi keresahan di berbagai kampus lain. Atas dasar hal tersebut, aliansi Jaringan Muda Setara melalui konferensi pers ini menyediakan ruang bagi para sivitas akademika kampus untuk menyuarakan keresahannya terkait lambatnya penggarapan Permen PPKS di kampus.

Carut–Marut Implementasi di Tingkat Kampus

Dalam forum tersebut, secara bergantian para mahasiswa melaporkan penyimpangan terkait proses penerapan Permen PPKS di kampus masing-masing. Seperti, kampus yang belum memahami dengan baik mengenai proses pembentukan Pansel dan Satgas sehingga berpengaruh pada pembuatan mekanisme yang serampangan dan tidak partisipatif. Beberapa kampus bahkan dengan sadar melangkahi sejumlah prosedur yang seharusnya dalam hal pembuatan Pansel dan Satgas. Akibatnya, panitia seleksi serta satuan tugas yang terbentuk cenderung tidak responsif terhadap kasus-kasus yang sedang berjalan.

"Pasal 24 PermenPPKS menyebutkan bahwa pembentukan Satgas dan Pansel harus melibatkan seluruh elemen sivitas akademika. Namun dalam SK Rektor (red-turunan Permen-PPKS) yang diterbitkan pihak kampus, yang dilibatkan dalam prosesnya hanya dosen saja," Ujar Monalisa, mahasiswa Universitas Mulawarman Samarinda mengeluhkan penyelewengan prosedur yang dilakukan pihak kampusnya.

Sejumlah kampus juga tidak memberikan transparansi mengenai proses pembentukan Pansel dan Satgas kepada seluruh sivitas akademika, seakan memang sengaja disembunyikan. Hal ini membuat mahasiswa tidak dapat mengetahui apakah Satgas dan Pansel yang dibentuk sudah cukup mumpuni dan memiliki perspektif korban dalam menangani kasus kekerasan seksual.

“Pada tanggal 14 Januari 2022, tiba-tiba kampus mengeluarkan press release, bahwa kampus telah membentuk satgas. Namun, kampus tidak memberikan transparansi dalam tiap-tiap proses pembentukannya. Satgas yang dibentuk pun dalam menjalankan tugasnya belum responsif terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di UNJ belakangan ini.” Ujar Aneu Damayanti, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta yang tergabung dalam aliansi Jaringan Muda Setara.

Kecacatan prosedur tersebut membuat para mahasiswa menduga kampus membahas dan mengimplementasikan Permen PPKS hanya sekedar sebagai formalitas, agar terkesan sudah memenuhi instruksi dari kementerian.

Permasalahan internal kampus juga menjadi kendala tersendiri dalam pengimplementasian Permen PPKS di lingkungan kampus. Misalnya keengganan pihak rektorat dalam hal pengesahan SOP Kekerasan Seksual. Pihak kampus bahkan mendalihkan alasan yang sangat trivial dan politis.

"Kampus mengaku sudah ada proses pembentukan Pansel dan Satgas, namun terhambat karena sedang pemilihan Rektor. Implementasi ini butuh timeline yang jelas, jangan sampai progress terhambat karena pilrek dan urusan birokrasi kampus lainnya," terang Arinda, mahasiswa Universitas Hasanudin Makassar.

Bahkan beberapa kampus mengklaim sudah memproses rekrutmen Satgas dan Pansel justru belum mempunyai SOP KS di kampus. Yuli Eka Safitri, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang, membeberkan bahwa kampusnya belum mengimplementasikan Permen PPKS dan SOP mengenai penanganan kasus kekerasan seksual.

“Kasus kekerasan seksual sudah mulai bermunculan ke permukaan, tapi penanganannya tidak sesuai kebutuhan korban, karena tidak adanya SOP dari kampus mengenai penanganan kekerasan seksual.” jelas Yuli. Kurangnya sosialisasi pihak kampus mengenai Permen PPKS juga menyulitkan para sivitas akademika untuk memonitor proses implementasi aturan ini.

Lalu, bagaimana pengimplementasian Permen PPKS di PTKIN?

Feby Nur Evitasari, mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta menerangkan bahwa adanya SK Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama menjadikan Permen PPKS dan SK Dirjen Pendis tersebut saling tumpang tindih di PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri).

“Kemendikbud kurang memberikan sosialisasi mengenai permendikbud ke kampus PTKIN. Karena kami dibawah kemenag, kami ada SK Dirjen Pendidikan Islam (Pendis), di sini ada miss antara dosen terkait SK Dirjen Pendis dengan Permendikbudristek.” Tukasnya.

Sekelumit masalah pengimplementasian Permen PPKS di kampus adalah indikasi bahwa pihak kampus belum mempunyai komitmen yang kuat untuk memberlakukan Permen PPKS di lingkungan akademis. Hal ini merupakan sebuah penyimpangan moral bagi kampus, pihak kampus belum mampu memberikan rasa aman dan nyaman terhadap sivitas akademika dalam melakukan berbagai kegiatan akademik.

Menyikapi keluhan-keluhan tersebut, Jaringan Muda Setara mengambil langkah inisiatif dengan meluncurkan platform Kanal Cerita. Dalam hal ini, platform tersebut disediakan sebagai kanal pengaduan untuk mengumpulkan serta mengadvokasi kekeliruan implementasi Permen PPKS di berbagai kampus di Indonesia.

Teks : Zahra Tsabita

Editor : Kamila Meilina

Kontributor : Dian Amalia Ariani

Pers Suara Mahasiswa UI

Independen, Lugas, dan Berkualitas!