Situs Kencan Online: Meningkatkan Rasa Percaya Diri atau Sekadar Bersosialisasi?

Redaksi Suara Mahasiswa · 26 Juni 2022
5 menit

Di tengah era teknologi yang semakin meluas, tentu kita sudah tidak asing lagi dengan situs-situs kencan online yang menjamur dalam kehidupan bersosialisasi, khususnya pada media sosial yang kerap dijadikan sarana untuk menemukan orang lain bahkan sampai pasangan hidup. Dalam jurnal berjudul Self-disclosure dalam Komunikasi Interpersonal Pengguna Aplikasi Kencan Online untuk Mencari Pasangan Hidup, Wibowo dkk. (2021) menuturkan bahwa para pengguna situs tersebut menggunakan bentuk komunikasi interpersonal dalam melakukan interaksi dengan lawan bicaranya. Komunikasi interpersonal sendiri adalah proses interaksi yang di dalamnya termasuk memberi dan menerima pesan atau bertukar informasi antarindividu dengan efek umpan balik secara langsung. Dalam sumber tersebut, kembali disebutkan bahwa informasi yang disampaikan berisi pengungkapan diri atau self-disclosure. Menurut saya, pengungkapan diri dengan landasan keterbukaan tersebut muncul atas dasar memberikan kepercayaan kepada lawan bicara dan keinginan untuk diperlakukan sebagaimana yang seseorang inginkan. Berhubung hal tersebut dilakukan secara virtual, kita jelas dapat membuat citra mengenai diri sendiri dengan branding yang ingin dilihat oleh orang-orang yang tidak mengenal kita secara personal. Begitu pula dengan lawan bicara yang dapat disaring terlebih dahulu menyesuaikan dengan tipe yang diinginkan. Penyaringan sesuai tipe juga memudahkan kita untuk bertemu dengan orang yang memiliki kesamaan latar belakang dengan kita sebagai pengguna situs tersebut dengan harapan interaksi berjalan dengan lancar.

Dalam melihat fenomena situs kencan online tersebut secara lebih mendalam, saya pun memiliki pengalaman menggunakan situs tersebut yang dilatarbelakangi oleh rasa penasaran. Sebagai remaja yang memiliki masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, saya juga merasakan satu hal yang banyak dirasakan oleh kebanyakan remaja, yaitu perasaan fear of missing out (FOMO) atau perasaan seolah tidak ingin tertinggal. Usia 18 merupakan aturan usia minimal yang ditetapkan oleh kebanyakan situs kencan online bagi penggunanya. Selain itu, setelah mendengar pengalaman-pengalaman yang diceritakan oleh kebanyakan orang mengenai situs tersebut dan banyak dari mereka yang bahkan mendapatkan hal yang diinginkan terkait hubungan sosial ataupun romansa membuat saya ingin mencobanya. Oleh sebab itu, ketika saya menginjak usia tersebut, hal yang terbesit adalah menggunakan situs kencan online. Hanya saja, alasan saya untuk menggunakannya bukan karena menginginkan pasangan sungguhan. Namun, alasan saya mengarah pada kehadiran seseorang yang bersedia untuk berinteraksi dan menginginkan saya. Perasaan melakukan self-disclosure yang direpresentasikan sedemikian rupa pada profil memunculkan perasaan puas akan diri sendiri. Meskipun begitu, saya mengetahui bahwa terdapat beragam alasan mengapa seseorang menggunakan situs kencan online tersebut dan salah satunya  adalah yang sesuai fungsinya, yakni mencari pasangan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sensasi menggunakan dating apps sangatlah menyenangkan bagi saya. Konsep swipe kanan untuk menyukai dan swipe kiri untuk menolak membuat aplikasi ini menjadi pengalaman “bertemu” orang baru dengan konsep permainan. Teori ini dapat dikategorikan sebagai gamification (Hamari, 2019). Konsep tersebut dapat membuat seorang pengguna situs kencan online merasa senang untuk mengeksplor situs dan mencari kriteria yang cocok. Dalam waktu singkat saya dapat bertemu dengan orang-orang yang–secara khusus diatur oleh algoritma–sesuai dengan tipe saya. Situs ini juga menunjukkan jumlah orang yang telah swipe kanan atau menyukai profil saya. Pada awalnya, saya tidak terlalu mempedulikan angka tersebut karena orientasi yang tercipta di benak saya adalah match dengan orang yang membuat saya tertarik pada profilnya. Namun, setelah beberapa waktu menggunakan situs tersebut, tanpa saya sadari, saya telah mengecek angka-angka profil yang menyukai saya berkali-kali. Saya menyadari kepuasan yang timbul dari hal tersebut dan berujung menginginkan validasi dari orang lain yang dibangun dari  profil yang saya buat.

Sebelum saya menggunakan situs kencan online, saya memiliki perspektif bahwa situs-situs tersebut digunakan oleh orang-orang dengan keinginan untuk memiliki pasangan saja, berikut dengan stigma negatif lainnya seperti hal yang membahayakan. Keterbatasan penilaian terhadap seseorang yang hadir dari situs tersebut dapat berakibat fatal. Namun, kita sebagai pengguna tentunya dapat menggunakan situs yang memiliki alur verifikasi yang jelas dan memiliki kesadaran terhadap sesuatu yang dibagikan di media sosial, khususnya situs kencan yang tidak diketahui latar belakang penggunanya kecuali dari yang dicantumkan dalam profilnya. Menyikapi hal yang telah dibahas sebelumnya, alasan saya memutuskan untuk menggunakan situs ini adalah karena hal tersebut meningkatkan kepercayaan diri dan hal tersebut berlaku timbal balik. Stigma negatif yang menempel pada situs tersebut sedikit demi sedikit mereda, tetapi saya tetap harus menyaring mengenai hal yang bersifat pribadi. Seperti yang telah disampaikan bahwa situs ini berguna untuk meningkatkan kepercayaan diri tanpa harus melibatkan agenda pribadi. Dengan melihat orang lain rela meluangkan waktu untuk membaca profil dan mengamati foto yang tersemat pada profil, saya merasa tervalidasi. Tujuan saya untuk menggunakan situs yang basisnya virtual tentu tidak seserius untuk mencari pasangan. Namun apa yang saya dapatkan adalah aspek sosial yang menguntungkan bagi saya–walaupun saya tidak tertarik untuk berkomunikasi lebih lanjut ataupun bertemu secara langsung dengan orang dari aplikasi tersebut. MTV melakukan studi tentang tujuan remaja menggunakan situs kencan online dan menemukan bahwa 61% partisipan dengan umur 18-29 tahun hanya berminat untuk melihat siapa saja yang tertarik dengan mereka secara online daripada bertemu dengan orang baru secara luring (Sicardi, 2019). Menurut saya, semua orang mempunyai alasan masing-masing untuk menggunakan alasan tersebut yang memang memiliki kecenderungan untuk memberikan keuntungan pada dirinya sendiri  ataupun memang menginginkan pasangan secara romantis. Hal tersebut tentunya dapat dilakukan selama tidak menjadi masalah bagi satu sama lain ketika memiliki tendensi yang sama, umumnya menyangkut hal seperti keseriusan–yang dapat dicantumkan dalam filter situs kencan online sehingga kita akan turut mengetahui sesuatu yang dicari oleh orang lain.

Sesungguhnya, paham yang saya yakini berbanding terbalik dengan dengan aksi saya menggunakan aplikasi tersebut. Sejauh ini saya hanya mengunduh aplikasi tersebut dan menggunakannya demi kepentingan dan tujuan yang telah disampaikan sebelumnya. Dari apa yang didapatkan, hal yang serupa juga dilakukan oleh kebanyakan lawan bicara yang saya dapatkan dari hasil match kami. Dari pengalaman saya, tidak banyak lawan bicara–yang dalam perspektif saya adalah laki-laki–yang dengan serius menanggapi percakapan saya. Beberapa dari mereka berhenti setelah satu topik yang kami bicarakan telah usai. Hal tersebut membuat saya berpikir bahwa tidak hanya perempuan yang mencari validasi dari aplikasi kencan online dan fenomena ini tidaklah jarang terjadi bagi muda-mudi zaman sekarang. Faktanya, hanya 31% dari pengguna Tinder yang berasal dari kalangan orang dewasa muda yang berumur 18-24 tahun (Rizati, 2022). Namun, tentu hal tersebut tidak dapat menjadi patokan dan alasan secara general penggunaan situs kencan online tersebut. Masih banyak orang yang saya dapati menggunakan situs tersebut sesuai dengan fungsi yang ditawarkan, yaitu untuk menjalin hubungan romansa. Meskipun, di antaranya hanya sekadar berkenalan dan berteman dengan orang baru.

Referensi:
Hamari, J. (2019). Gamification. In The Blackwell Encyclopedia of Sociology (pp. 1–3). John Wiley & Sons, Ltd. https://doi.org/10.1002/9781405165518.wbeos1321

Rizati, M. A (2022). Pelanggan Aplikasi Kencan Daring Tinder Meningkat 17,07% pada Kuartal II 2021. Retrieved 23 June 2022, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/08/pelanggan-aplikasi-kencan-daring-tinder-meningkat-1707-pada-kuartal-ii-2021

Sicardi, A. (2019). Welcome To Tinder Purgatory, Where Dating Digitally Is Its Own Fresh Hell. Retrieved 23 June 2022, from http://www.mtv.com/news/3143129/dating-app-tinder-relationships-survey/

Wibowo, J. A., Priyowidodo, G., & Yoanita, D. (2021). Self-disclosure dalam Komunikasi Interpersonal Pengguna Aplikasi Kencan Online untuk Mencari Pasangan Hidup. Jurnal e-Komunikasi, 9(2).

Teks: ZH (Mahasiswa Fakultas Psikologi UI)
Editor: Dimas Rama S. W.