Tapak Jejak: Luka yang Membawa Menyusuri Indonesia

Redaksi Suara Mahasiswa · 8 Januari 2022
4 menit

Judul buku: Tapak Jejak
Penerbit: Mediakita
Penulis: Fiersa Besari
Tahun terbit: 2019
Jumlah halaman : iv + 312 hlm

Tapak Jejak merupakan buku yang ditulis oleh Fiersa Besari dan terbit pada 2019. Buku ini bukanlah karya pertama dari Fiersa karena merupakan lanjutan dari buku Arah Langkah, karya sebelumnya. Tapak Jejak merupakan buku yang menceritakan awal perjalanan Fiersa Besari untuk berkelana mengelilingi Indonesia bagian Timur. Dimulai pada 2013, saat itu ia mencoba menyembuhkan luka patah hatinya dari sang mantan pacar. Lebih jauh lagi, buku ini menceritakan bagaimana pembentukan diri Fiersa Besari sejak ia kecil dan berujung menjadi seorang pengelana.

Tapak Jejak diawali dengan cerita dari perempuan hebat dalam hidup Fiersa, Ibu Lilis yang sangat gigih menjalani hidupnya. Sebelum menikah, Ibu Lilis merupakan pedagang buku yang mampu menghantarkan ke bangku kuliah dan bahkan membeli mobil. Setelah menikah dengan Ayah Fiersa, Ibu Lilis tidak hanya menjadi ibu rumah tangga yang mahir mengerjakan urusan rumah. Beliau juga masih menjadi perempuan karir dalam dunia sales marketing. Bahkan, Ibu lilis merupakan sales yang disegani karena selalu mampu melampaui target penjualan.

Kehebatan Ibu Lilis tidak hanya berhenti pada pekerjaan rumah dan di dunia kerja, tetapi juga sebagai seorang Ibu bagi anak-anaknya. Ibu Lilis lah yang memberikan keberanian pada Fiersa untuk menyukai kesenian. Beliau pun percaya bahwa setiap anak ditakdirkan untuk menjadi seniman hebat. Hal ini tentu tidak mudah ketika dihadapkan pada sistem sekolah yang menganggap semua langit harus biru dan semua rumput harus hijau. Dengan kata lain, setiap anak harus memiliki cita-cita yang sama sehingga takut ketika memiliki mimpi yang “berbeda”. Hal ini menjadi sulit bagi Fiersa Besari yang telah lama menyukai musik dan dianggap tidak akan memiliki masa depan.

Dukungan yang diberikan oleh Ibu Lilis untuk Fiersa terus berlanjut, bahkan ketika Ibu Lilis telah bercerai dengan ayah Fiersa dan akhirnya menikah dengan Om Toy. Keinginan Fiersa untuk terjun dan hidup dari industri musik didukung oleh kedua orang tuanya. Hal ini terlihat dari restu yang diberikan ketika Fiersa ingin melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Musik Bandung (STiMB). Namun, Fiersa tidak merasa nyaman di STiMB ini hingga akhirnya ia kerap bolos dan nilainya menjadi turun. Tidak seperti orang tua biasanya, Ibu Lilis tidak memarahi Fiersa dan justru menyuruhnya untuk berdoa serta berpikir mengenai apa yang sebenarnya Fiersa inginkan. Akhirnya, Fiersa memutuskan untuk masuk Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) dengan mengambil jurusan Sastra Inggris. Dapat dikatakan, bahasa Inggris inilah yang pada awalnya memengaruhi Fiersa untuk menyukai seni seperti puisi. Bahkan, bahasa Inggris juga yang membuat Fiersa menyukai lagu “Iris” dan akhirnya jatuh cinta pada musik.

Cinta Indonesia

Setelah lulus kuliah, Fiersa membuka studio musik yang juga menjadi perekam dan penyunting suara. Studio ini dapat dikatakan sukses karena terus berkembang setiap harinya. Setelah itu, Fiersa merangkap ke dunia fotografi yang berawal dari keikutsertaannya untuk memotret Gunung Krakatau bersama temannya. Perjalanan inilah yang menumbuhkan rasa cinta Fiersa untuk terus ikut mendaki gunung-gunung di Indonesia. Semeru pun menjadi gunung pertama yang didaki oleh Fiersa.

Selain itu, putus cinta yang dialami oleh Fiersa dari Mia juga membuatnya berusaha melarikan diri dengan cara berpetualang menyusuri Indonesia. Hal itu dilakukan karena pada saat itu Fiersa merasa bahwa Mia telah jahat, berkhianat, dan menghancurkan mimpi-mimpi yang telah mereka bangun. Oleh sebab itu, Fiersa memerlukan waktu untuk berlari dari kenyataan yang menyesakkan itu. Perjalanan menyusuri Indonesia ini dimulai pada April 2013 oleh Fiersa dan tiga orang kawan lainnya. Meskipun satu per satu kawan berkurang, perjalanan Fiersa tetap berlanjut sampai akhir. Ternate menjadi persinggahan pertama bagi Fiersa dan kawan-kawan, berlanjut ke Raja Ampat, Manokwari, perbatasan Papua Nugini, Skouw, Jayapura, Ambon, Banda Neira, Ora, Olong, dan Sawai.

Mengenal Masyarakat Indonesia Timur

Dalam perjalanan inilah Fiersa—dan pembaca—lebih mengetahui kehidupan masyarakat di wilayah Timur Indonesia. Bagaimana aktivitas perdagangan dijalankan, akses transportasi yang begitu sulit untuk didapat, bahkan memerlukan waktu berhari-hari, dan akses listrik yang tidak dapat dinikmati selama 24 jam sehari. Meski demikian, rasa nasionalisme dan tolong-menolong masyarakat di wilayah Timur Indonesia sangat tinggi. Hal ini tercermin jelas dari bantuan yang didapatkan oleh Fiersa selama perjalanannya dari kawan-kawan yang juga merupakan bagian dari kelompok pencinta alam. Meskipun belum kenal dalam waktu yang lama, masyarakat di wilayah Timur Indonesia ini tidak sungkan memberikan bantuan berupa penginapan dan membawa Fiersa menyusuri wilayah setempat. Begitu banyak kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia dengan keindahannya yang luar biasa.

Ketika berada di Desa Olong dan telah melewati banyak daerah di wilayah Timur Indonesia, Fiersa menerima kabar dari Bapak Toy bahwa ibunya tengah dirawat di rumah sakit. Kondisi Fiersa juga sudah tidak dalam kondisi baik karena terserang penyakit, bahkan sampai pingsan. Inilah yang membuat Fiersa kembali menimbang apakah perjalanannya akan berlanjut atau berhenti sampai di sini. Fiersa pun memilih berhenti karena seolah tidak ada lagi yang ingin dicari dalam perjalanan menyusuri Indonesia serta kondisi Ibu yang sedang tidak sehat.

Tapak Jejak sangat menarik untuk dibaca karena diawali dengan rasa sakit akibat patah hati. Fiersa menyebutkan bahwa patah hati yang biasanya melibatkan hal-hal dramatis dalam hidup justru tidak demikian dengan Fiersa. Patah hati yang dialami oleh Fiersa membawanya dalam perjalanan menyusuri Indonesia. Sangat menarik untuk melihat keindahan alam melalui cerita dan gambar visual yang langsung dipotret oleh Fiersa Besari. Keindahan alam dan keindahan sosial masyarakat memberikan kebahagiaan yang seakan-akan membawa pembaca ikut dalam perjalanan tersebut. Kisah hidup Fiersa Besari dalam buku ini juga menunjukkan hangatnya keluarga dan kehebatan seorang ibu yang nantinya akan menjadi “rumah” terutama bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Fiersa, “Sejauh apa pun kaki melangkah, hati kita akan selalu menemukan arah pulang menuju satu tempat yang paling tepat: rumah”.

Teks: Nadia
Foto: Istimewa
Editor: Ruth Margaretha M.

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!