The Social Dilemma: Kebenaran Paradoksal Di Balik Sisi Gelap Media Sosial

Redaksi Suara Mahasiswa · 7 Mei 2021
2 menit

Judul film: The Social Dilemma
Sutradara: Jeff Orlowski
Produser: Larissa Rhodes
Genre film: Dokumenter-drama
Tanggal rilis: 9 September 2020 (AS)
Durasi: 94 menit
Pemain: Tristan Harris, Aza Raskin, Justin Rosenstein, Jaron Lanier, Jeff Seibert.

“If you’re not paying for the product then you are the product”

Media sosial bagaikan dua sisi mata uang yang menciptakan utopia dan distopia secara bersamaan. Dunia digital tanpa media sosial rasanya menjadi gagasan yang barangkali mustahil untuk disingkirkan pada era sekarang. Ragam platform media sosial seperti Instagram, Tiktok, Facebook, atau Twitter disambut penuh antusias dengan dalih sebagai sarana komunikasi dan tukar informasi. Namun, pernahkah manusia memahami sistem kerja di balik media sosial? Bagaimana media sosial dapat memengaruhi bahkan mengendalikan tindakan manusia? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas tuntas lewat film dokumenter-drama garapan Netflix: The Social Dilemma. Film ini akan membawa penonton ke dalam serangkaian pengalaman menarik di balik media sosial. Lebih dari itu, The Social Dilemma akan membuat penonton memahami secara lebih luas sisi tiran dari media sosial yang telah berkembang dengan cara mengerikan.

The Social Dilemma diawali dengan prolog dari narasumber tepercaya seperti Tristan Haris (design ethicsist Google), Justin Rosenstein (former engineer Facebook), dan Jeff Seibert (former executive Twitter) yang menampilkan sederet pengalaman mereka saat mengembangkan inovasi di perusahaan tersebut. Cerita dimulai dengan pemicu “ada permasalahan apa?”. Sepanjang alur cerita, penonton akan dibawa ke dalam pokok permasalahan secara terkonsep dan terarah. Film ini berusaha mengungkapkan satu persatu sisi gelap perusahaan besar Silicon Valley dalam mendesain media sosial untuk mengontrol perhatian manusia. Topik yang dibicarakan juga semakin menarik tatkala perusahaan besar tersebut mengeksploitasi data pribadi pengguna secara besar-besaran demi urusan komersial.

Film ini menyuguhkan realitas dari kehidupan masyarakat yang diperbudak dan dikendalikan media sosial. Manusia kerap kali mengabaikan potensi bencana yang mampu ditimbulkan media sosial. Potret mengenai masalah kesehatan mental, isu kapitalisme, perang budaya, hingga polarisasi politik merupakan efek nyata dari salahnya penyelewengan media sosial. Film ini mengumpamakan bias manusia dalam menilai realitas dan virtualitas—tidak ada kesepakatan dan kesepahaman tentang apa yang disebut sebagai kebenaran. Inilah salah satu pemicu masifnya perkembangan berita palsu yang bahkan dapat menghancurkan populasi negara lain. Dari segi penonton, narasi yang disampaikan lewat selingan drama serta pengungkapan cara kerja algoritma mampu menimbulkan kesan bahwa media sosial sengaja didesain untuk menarik dan menjual perhatian. Pembaca dapat merasakan ketidakberdayaannya selama ini saat diawasi dan diperbudak oleh kehidupan layar di dunia digital.

Film ini mendapatkan penghargaan sebagai film dokumenter terbaik versi Music City Critic Association dan memperoleh penghargaan film berpengaruh dalam Boulder International Film Festival. The Social Dilemma juga mendapatkan rating 87% dari 485 reviews yang dilansir dari situs Rotten Tomatoes dengan komentar paling dominan menyatakan film ini cukup jelas dan komprehensif. Film ini mampu memberikan analisis media sosial dengan padat sekaligus menakutkan yang pernah dibuat. Di lain sisi, drama yang disuguhkan dibangun dengan jalan cerita yang agak konyol dan kurang mampu mendukung sepenuhnya alur cerita dari narasi yang telah disampaikan oleh narasumber. Ringkasnya film ini akan memberikan pengalaman paradoksal mengenai perusahaan besar media sosial yang mampu mengombang-ambingkan perspektif penonton.

Secara keseluruhan, The Social Dilemma sangat layak menjadi rekomendasi film untuk ditonton minggu ini. The Social Dilemma mampu memberikan pencerahan kepada penonton mengenai sisi gelap media sosial yang dapat menjadi ancaman eksistensial. Pada akhirnya, film ini bukanlah propaganda anti media sosial, melainkan suatu bentuk kesadaran agar manusia lebih bijak dan tidak menjadi budak dari inovasi manipulatif bernama media sosial.

Teks: Dian Insan
Foto: Istimewa
Editor: Ruth Margaretha M.

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!