The Tinder Swindler: Pendekatan Hedonisme dalam Percintaan Modern

Redaksi Suara Mahasiswa · 25 Februari 2022
6 menit

Judul Film: The Tinder Swindler
Sutradara: Felicity Morris
Produser: Bernadette Higgins
Genre: Dokumenter
Tanggal Rilis: 2 Februari 2022
Durasi: 1 jam 54 menit
Pemain: Felicity Morris, Kristoffer Kumar, Cecilie Fjellhøy, Pernilla Sjöholm

“It’s a match!”

Familier dengan kalimat di atas? jika iya, sepertinya kamu harus menonton film dokumenter ini sebelum jatuh lebih dalam ke dalam dunia percintaan modern. Sejak diluncurkan pada tahun 2012, aplikasi kencan online Tinder telah membuat lebih dari 8 miliar kecocokan. Hal ini membawa Tinder sebagai aplikasi kencan online yang populer di era digital. Namun, bagi beberapa orang Tinder merupakan media yang tepat untuk menyalurkan bakat menjadi penipu ulung.

Salah satu fenomena kejahatan melalui aplikasi Tinder dirilis oleh media Norwegia, VG, melalui laporan berjudul The Tinder Swindler pada 2019. Tersangka utama dalam laporan tersebut bernama Shimon Hayut, tetapi ia terkenal dengan nama Simon Leviev. Kisahnya terungkap setelah tiga korbannya mengklaim telah ditipu hingga jutaan dolar. Hal ini kemudian membuat Felicity Morris, seorang sutradara, tertarik untuk mengungkapkan siapa sebenarnya Shimon Hayut melalui film dokumenter.

Sinopsis

Pada Februari 2022, Netflix merilis film dokumenter terbaru berjudul The Tinder Swindler yang ramai diperbincangkan banyak orang di berbagai situs media sosial. Durasinya mencapai 114 menit dan mampu membawa penonton seolah masuk ke dalam alur cerita. The Tinder Swindler disutradarai oleh Felicity Morris. Film ini diadaptasi dari kisah nyata yang membahas kasus seorang pria dengan gaya hidup hedonisme yang menipu banyak wanita melalui situs kencan online terbesar, Tinder.

Film dokumenter The Tinder Swindler dimulai dari Cecilie, gadis yang berasal dari Finlandia dan tinggal di London untuk bekerja. Gadis tersebut bertemu dengan pria Israel dari aplikasi Tinder, lalu keduanya mulai berkomunikasi secara intens melalui WhatsApp. Setelah kencan pertama yang romantis dan glamour, gadis tersebut diajak menikmati fasilitas mewah yang diberikan dan mengikuti gaya hidup hedonisme dari pria itu.

Meski pertemuan keduanya tergolong singkat, momen kebersamaan membuat keduanya saling nyaman hingga menjalin hubungan asmara dan yakin bahwa mereka adalah cinta sejati. Selama menjalin hubungan, pria tersebut mengaku bahwa dirinya adalah seorang pengusaha dengan gaya hidup hedonisme. Namun, seiring berjalannya waktu pria tersebut  mengaku diserang oleh musuh yang ingin mencuri berlian hingga membuat gadis itu khawatir.

Pria itu mengaku kartu kreditnya terpaksa diblokir agar tidak bisa diakses oleh musuh. Ia meminta untuk mencari dana pinjaman demi kelangsungan hidupnya. Dikarenakan tak tega melihat sang kekasih kesulitan, gadis tersebut melakukan hal tersebut. Begitu dia berhutang hampir $ 250.000, dia baru menyadari ada sesuatu yang salah.

Merasa takut dengan jumlah pinjaman yang sudah melebihi batas, Cecilie terus menagih pria itu untuk segera membayar pinjamannya. Lalu, pria itu memberikan cek yang ternyata palsu hingga membuat Cecilie semakin frustasi. Ia kemudian menemukan sebuah artikel pada media Israel yang membahas penipuan besar oleh pria bernama Simon Hayutt. Ia meyakini itu adalah Simon kekasihnya karena kasus yang dijelaskan sangat mirip. Cecilie kembali panik dan hampir tidak sadarkan diri saat mengetahui informasi tersebut. Ia kemudian mengirimi pengalaman pahit yang menimpanya beserta bukti pada media besar. Beberapa jurnalis disana tertarik dan mulai menggalinya.

Kontroversi Simon Leviev

Setelah melakukan penipuan, Simon Leviev hanya dihukum dengan hukuman yang terbilang ringan. Saat ini ia sudah bebas dan mungkin masih berkeliaran, tinder mengklaim bahwa perusahaannya sudah memblokir akun Simon. Dia tidak dapat lagi menggunakan aplikasi dan situs lain milik perusahaan induk Tinder, Match Group Inc. Namun, tidak menutup kemungkinan dia memakai trik yang sama di aplikasi berbeda.

Dia juga membantah klaim penipuan dan mengatakan akan mengajukan gugatan atas fitnah dan kebohongan, serta mengaku akan mempublikasikan cerita versinya di akun Instagram miliknya. Namun, kini akun tersebut telah dinonaktifkan. Berbagai akun Instagram atas namanya saat ini ada, tetapi tidak jelas apakah akun tersebut benar-benar miliknya atau tidak.

Merasa tak melakukan penipuan seperti yang dikabarkan, Simon pun akan melakukan debutnya di Hollywood. Menurut Entertainment Tonight, Simon telah menandatangani kontrak dengan manajer bakat bernama Gina Rodriguez dari Gitoni Inc. Dalam pemberitaan itu, pria yang mengaku berbisnis berlian dengan gaya hidup hedonisme itu ingin mengembangkan podcast, menjadi pembawa acara kencan, atau menulis buku. Kemudian dirinya juga ingin memiliki acara mengenai realitas kencan, di mana ia bisa menjadi pembawa acara.

Simon juga diduga masih aktif di aplikasi TikTok. Akun TikToknya memiliki nama @simon_leviev_official. Sebelumnya, Simon juga memiliki akun Instagram dengan nama serupa tapi telah dihapus. Akun TikTok Simon Leviev saat ini masih bisa diakses dan memiliki hampir 50 ribu pengikut. Meski begitu, belum ada konfirmasi apakah akun TikTok tersebut benar merupakan milik Simon Leviev. Namun, video di akun TikTok tersebut menunjukkan sosok Simon Leviev yang sedang memamerkan gaya hidup hedonismenya. Lantas, dari mana Simon Leviev mendapatkan koneksi untuk gaya hidup hedonismenya?

Pelajari Red Flag dari Seseorang yang Dikenal secara Online

Sesuai dengan judulnya, penipuan terjadi diawali lewat aplikasi kencan Tinder dan dilakukan seorang penipu bernama Simon Hayutt yang mengaku sebagai seorang pengusaha Israel terkenal yang dikenal sebagai "Raja Berlian". Dalam film The Tinder Swindler, diceritakan bahwa Simon berhasil menipu tiga wanita dengan sejumlah besar uang, salah satunya adalah Cecilie Fjellhøy. Akibat bujuk rayu Simon dan kepercayaan Cecilie padanya, wanita berusia 33 tahun itu harus berutang hingga sebanyak $250.000 ke 9 bank berbeda.

Mungkin kita berpikir tidak akan “sebodoh” Cecilie yang ditipu oleh orang yang ia kencani. Namun, kita tetap harus waspada karena siapapun dapat dimanfaatkan oleh orang lain jika berada dalam situasi yang tidak tepat. Kita dapat mewaspadainya dengan tanda bahaya alias red flags yang bisa kita lihat saat berkencan dengan orang asing lewat aplikasi kencan, seperti yang dikisahkan dalam The Tinder Swindler.

1. Jangan mudah percaya dengan seseorang yang dikenal secara online

Semua yang terlihat terlalu bagus untuk menjadi sebuah kenyataan biasanya memang bukan kenyataan dan hanya ilusi semata. Itulah sebabnya, jangan langsung percaya dengan seseorang yang dikenal secara online. Cari tahu terlebih dahulu latar belakang orang tersebut sebelum memutuskan berteman, apalagi menjalin hubungan asmara.

2. Waspada terhadap orang yang terlalu memamerkan gaya hidup hedonisme

Penipu adalah seorang narsisis yang percaya kebohongan mereka sendiri. Mereka begitu tenggelam dalam delusi sehingga ketika menyusun profil di aplikasi kencan, delusi mereka itu dituliskan di sana. Simon tak segan mengajak korbannya untuk travelling, berbelanja barang mewah, atau membeli makanan mewah. Padahal, gaya hidupnya tersebut merupakan hasil dari menipu para korbannya. Dia membohongi korbannya untuk meraup hasil jutaan dolar. Dia terkadang mengaku sedang diburu oleh musuh-musuh bisnisnya, sehingga tidak bisa mencairkan uang di kartu kreditnya. Itulah sebabnya, dia akan menipu korbannya untuk mengirimkan sejumlah uang yang nantinya akan digunakan untuk foya-foya. Oleh karena itu, sebaiknya hiduplah sesuai kemampuan. Jangan sampai memaksakan diri untuk hidup mewah dengan cara menipu atau berhutang.

3. Jangan mudah meminjamkan uang

Membantu orang lain memang diperbolehkan. Namun, kita perlu mendahulukan kebutuhan diri sendiri dibanding orang lain. Jangan sampai kita rela berhutang untuk menyelamatkan hidup orang lain, apalagi jumlah uang yang dipinjam cukup banyak.

Sama seperti para korban Simon Leviev yang rela meminjam uang pada debt collector hingga harus membayar bunga yang cukup besar. Para korban percaya dengan tipu muslihat Simon Leviev yang mengaku sedang kesusahan setelah dikejar-kejar oleh musuh bisnisnya.

4. Memberi batasan mengenai informasi pribadi

Memang normal untuk mengajukan pertanyaan ketika sedang saling mengenal dengan teman kencan. Namun ketika kita mulai merasa seperti sedang diselidiki, itulah tanda bahaya yang harus diwaspadai. Hindari menjawab pertanyaan seputar data pribadi atau menyangkut keamanan. Misalnya, nama ibu, alamat rumah, nomor rekening, password sosial media, dan lain-lain.

5. Jangan mudah dibutakan oleh cinta

Sebaiknya jangan mudah dibutakan oleh cinta maupun kata-kata manis yang kerap dilontarkan oleh seseorang. Meluangkan waktu bersama pasangan memang baik. Namun, seseorang yang memiliki kesibukan yang tinggi biasanya sulit meluangkan waktu bersama pasangan. Kita perlu mempertanyakan apabila seseorang suka memberikan kejutan-kejutan tak terduga. Bisa saja orang tersebut sedang berusaha menutupi kebohongan dalam hidupnya.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dalam film ini adalah mampu mengedukasi agar jangan mudah tertipu oleh seseorang yang dikenal secara online dan jangan mudah tergiur oleh gaya hidup yang hedonisme. Penggambaran yang diberikan terasa sempurna, pembawaan dari setiap narasumber dalam film ini tampil dengan emosi yang beragam sehingga penonton juga dapat merasakan apa yang mereka rasakan, baik dari segi kasmaran hingga amarah yang terpancar. Penonton juga akan bingung dengan visual yang ditampilkan ini benar-benar nyata atau hanya bagian dari kisah yang sedang diceritakan.

Kekurangan dalam film ini tidak menonjolkan bagaimana cara Simon Leviev bisa mendapatkan koneksi untuk memenuhi gaya hidup hedonismenya, seperti penyewaan jet pribadi, pengurusan visa berbagai negara dalam waktu yang cepat dan lainnya. Hal ini dirasa kurang cukup mengekspos pola penipuan Simon. Selain itu, film ini mendapat berbagai komentar dari kaum misoginis yang malah menyalahkan korban karena mudah tergiur dengan kemewahan yang diberikan oleh Simon.

Kesimpulan

Walau dirasa kurang dalam menyajikan pola penipuan yang spesifik, film ini mampu menyuguhkan realitas yang dihadapi dari dunia percintaan modern. Selain itu, film ini juga terbilang cukup sukses untuk mengingatkan para pengguna aplikasi kencan online mengenai bagaimana suatu isu klasik seperti hedonisme dapat menyeret mereka ke dalam jurang penipuan dengan cara yang lebih mutakhir. Penonton pun diajak untuk menumbuhkan rasa waspada mereka saat melihat amarah yang disalurkan para korban dalam film ini. Oleh karena itu, apabila kamu adalah salah satu pengguna internet khususnya aplikasi kencan online, film ini sangat sayang untuk dilewatkan.


Teks: Alifya Awalia Dhiva
Foto: Istimewa
Editor: Dimas Rama S. W.

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!