
Dalam memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) yang berlangsung dari tanggal 25 November hingga 10 Desember, Perempuan Mahardhika menggelar aksi bertajuk “Kerja Layak dan Bebas Kekerasan Tidak Akan Terwujud dalam Rezim Anti-Demokrasi” pada Selasa (25/11). Aksi ini diselenggarakan serentak di berbagai kota, salah satunya di Jakarta.
Sejak pukul 09.00 WIB, peserta aksi yang terdiri dari berbagai usia dan latar belakang mulai memadati Gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk bergerak bersama menuju titik aksi di Taman Pandang Istana, Jakarta Pusat. Keinginan untuk hidup sejahtera, hidup layak, hidup aman, dan bebas dari kekerasan terus digaungkan massa aksi. Hal ini menjadi pengingat bahwa ketidakadilan terhadap perempuan masih terus terulang meskipun era Orde Baru telah lama berlalu.
Gema Suara Perlawanan di Taman Pandang Istana
Aksi dibuka dengan orasi dari perwakilan Perempuan Mahardhika. Mereka menegaskan bahwa berbagai tuntutan dasar perempuan, mulai dari kerja layak hingga ruang hidup yang aman, tidak akan pernah terwujud apabila kondisi politik Indonesia tetap anti-demokrasi.
Ditambah dengan adanya berbagai polemik yang muncul selama pemerintahan Prabowo-Gibran kian memperlihatkan bahwa ruang demokrasi semakin sempit sehingga berdampak langsung pada meningkatnya kerentanan perempuan terhadap kekerasan.
Berbagai orasi terus digemakan hingga pukul 12.00 WIB. Sebagai tanda berakhirnya aksi, Perempuan Mahardhika membacakan pernyataan sikap yang dibawakan menjadi tiga poin utama, antara lain:
1. Segala bentuk kekerasan terhadap perempuan harus dihentikan;
2. Kerja layak adalah hak fundamental bagi setiap orang;
3. Pemerintah Indonesia harus menghentikan proyek-proyek strategis nasional yang membabat hutan dan merampas kehidupan masyarakat yang hidup di dalamnya.
Simbol perlawanan dari massa aksi menjadi penutup aksi hari itu. Kartu merah serta tiupan peluit terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi tanda peringatan tegas bahwa negara masih menyisakan begitu banyak pelanggaran yang belum diselesaikan. Massa aksi juga membubuhkan kecupan lipstik merah di atas spanduk besar sebagai simbol keberanian dan solidaritas.
Tanggapan Perempuan Mahardhika
Meskipun kegiatan di Jakarta telah usai, aksi serupa juga digelar di Samarinda, Palu, dan Manokwari. Melalui aksi yang bertepatan dengan momentum HAKTP, Perempuan Mahardhika berharap agar suara perempuan dari berbagai wilayah Indonesia dapat bersatu, tidak hanya untuk menuntut pemenuhan hak-hak perempuan, tetapi juga untuk mendorong perubahan sistem.
Dalam sesi wawancara, Mutiara Ika selaku Ketua Perempuan Mahardhika menyampaikan keinginan perempuan untuk menunjukkan perlawanan terhadap ketidakadilan. “Kami ingin menunjukkan bahwa kami tidak diam, kami tidak mau kekerasan terhadap perempuan ini terus berulang,” terang Ika.
Menurutnya, isu yang mereka angkat tidak bisa dipisahkan satu per satu karena setiap aspek saling berkaitan. “Ini merupakan tuntutan satu helaan napas, semuanya saling terkoneksi.” Oleh sebab itu, ia menilai penting untuk mengangkat isu-isu tersebut sebagai penegasan sikap pada peringatan HAKTP tahun ini.
Teks: Zalfa Izzah Kamila Litti
Editor: Dela Srilestari
Kontributor: Alya Putri Granita
Foto: Zalfa Izzah Kamila Litti
Desain: Kania Puri A. Hermawan
Pers Suara Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas!