By Satrio Alif, Giovanni Alvita
Seleksi masuk perguruan tinggi memiliki tingkat persaingan yang cukup tinggi, terutama untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sudah menjadi rahasia umum bahwa universitas negeri lebih diminati dibandingkan dengan mayoritas universitas swasta dikarenakan berbagai faktor seperti biayanya yang lebih murah ataupun kualitas pendidikannya yang dianggap lebih baik dibandingkan sebagian besar kampus swasta.
Seleksi masuk PTN yang saat ini berlaku terdiri dari tiga jenis yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang berbasiskan nilai kumulatif raport dan catatan prestasi selama menempuh pendidikan di SMA/SMK, Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang diselenggarakan serentak pada jangka waktu tertentu secara nasional, dan Ujian Mandiri yang dilakukan oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai dengan standar dan kemampuannya masing-masing. Di Universitas Indonesia, ujian mandiri tersebut bernama Seleksi Masuk UI (SIMAK UI)
Di tahun ini, SIMAK UI dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia untuk jenjang Vokasi, S1 Reguler dan S1 Paralel pada tanggal 5 Agustus 2020. Dikarenakan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia, SIMAK UI tahun ini diadakan secara daring. Potensi problematika pun mulai bermunculan, dari masalah jaringan internet hingga kekhawatiran akan adanya kecurangan saat ujian. Permasalahan potensi kecurangan tersebut kemudian menjadi salah satu masalah terbesar yang dikeluhkan oleh peserta SIMAK UI.
Setelah ujian SIMAK UI usai, terdapat banyak desas-desus di media sosial terkait dengan kecurangan yang terjadi saat SIMAK UI berlangsung. Bentuk kecurangannya pun beragam, mulai dari menggunakan proyektor dalam mengerjakan soal, meminta bantuan orang lain seperti guru les ataupun joki, hingga menggunakan dua gawai terpisah. ”Banyak oknum-oknum tertentu udah nyiapin strategi buat nyontek. Beberapa jam setelah ujian, muncul thread di twitter yang ngasih tau tentang orang-orang yg nyontek pas ujian. Mulai dari pake proyektor, ngerjain bareng, dan sampai ada yang bikin tiktok,” ungkap Rama (nama asli disamarkan), seorang peserta SIMAK UI tahun ini.
Keberadaan praktik kecurangan ini juga dikonfirmasi oleh seorang mahasiswa yang mengaku sempat ditawari untuk menjadi joki SIMAK UI dengan bayaran Rp500.000,00 untuk satu mata ujian. Ia menuturkan bahwa pihak yang menggunakan joki tersebut cukup sistematis, mulai dari mencari mahasiswa yang memiliki spesialisasi di masing-masing mata ujian, hingga melakukan seleksi terhadap joki-joki yang akan digunakan. Bila pengguna jasa joki tersebut lolos SIMAK UI, maka bayaran untuk para joki tersebut dijanjikan akan ditambah menjadi Rp1.500.000. Namun tawaran ini ditolak oleh mahasiswa tersebut. “Gue mikir kalau ini anak sampe masuk, jadi bobrok banget, dan gue andil dalam kebobrokan itu,” ungkap mahasiswa tersebut kepada Suara Mahasiswa.
Pihak panitia sebenarnya telah melakukan antisipasi terhadap kecurangan saat ujian dengan mengawasi sistem aplikasi pada gawai atau komputer milik peserta. Saat ujian berlangsung pun, kamera peserta wajib dinyalakan, sehingga pengawas SIMAK dapat melihat gerak-gerik peserta bila ada yang melakukan kecurangan. Selain itu, bila peserta berusaha membuka tab lain pun akan terdeteksi oleh panitia, yang nantinya akan dicatat di berita acara. Dilansir dari Kompas.com, adanya nilai rapor SMA dari semester 1-6 sebagai bahan pertimbangan lolos tidaknya dalam ujian SIMAK UI juga merupakan salah satu upaya UI untuk menekan potensi kecurangan.
Masalah kecurangan tersebut juga telah sampai kepada pihak penyelenggara SIMAK UI yaitu bagian Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UI. Dilansir dari Kompas.com, pihak PMB UI juga sudah mencari tahu lebih lanjut terkait informasi mengenai kecurangan. Ketua PMB UI, Gunawan, mengatakan bahwa ada beberapa informasi kecurangan dari media sosial dan tidak resmi masuk ke desk aduan panitia. “Setelah kami telusuri dan kami komunikasikan untuk meminta buktinya, namun unggahan tersebut telah dihapus,” tuturnya.
Banyaknya tuduhan kecurangan yang beredar seakan mempertanyakan efektivitas sistem dan mekanisme pencegah kecurangan yang disiapkan pihak UI. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut, tim Suara Mahasiswa UI telah menghubungi pihak PMB UI melalui sambungan telepon dan mengajukan surat permohonan wawancara. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban dari pihak PMB UI.
Sumber rujukan:
Teks: Satrio Alif, Giovanni Alvita
Foto: Istimewa
Editor: M. I. Fadhil