Tuntut Perbaikan Sistem UKT, Mahasiswa UNY Sambangi Kemendikbud

Redaksi Suara Mahasiswa · 11 Februari 2023
3 menit

Jumat (10/02), telah berlangsung sebuah aksi simbolik bertajuk “Baju Dansa untuk Nadiem” pada pukul 14.45 WIB di depan Gedung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI). Aksi tersebut terselenggara sebagai bentuk respons dari Aliansi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Bergerak atas sikap Mendikbudristek RI, Nadiem Makarim, yang peduli akan prestasi dansa dua siswa SMPN 1 Ciawi, tetapi mengesampingkan urgensi Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang memberatkan banyak mahasiswa berbagai kampus di Indonesia, khususnya di UNY sendiri.

Dalam aksi tersebut, Aliansi UNY Bergerak mengajukan tiga tuntutan terhadap Kemendikbudristek RI, yaitu mengharuskan keterlibatan langsung dalam menyelesaikan permasalahan mahalnya UKT di UNY dan kampus-kampus lainnya, mengharuskan adanya perbaikan dalam penetapan UKT di seluruh kampus di Indonesia agar tidak ada lagi mahasiswa yang tidak mampu membayar, serta mengharuskan peneguran kepada Rektor UNY yang belum mampu menyelesaikan permasalahan UKT di UNY. Selain itu, Aliansi Bergerak UNY juga menyuarakan mengenai biaya pendidikan gratis bersama dengan Aliansi Pendidikan Gratis dan gabungan massa aksi lainnya yang berjumlah sekitar 50—70 orang.

Sebelumnya (11/01), akun twitter dengan nama pengguna @rgantas yang dimiliki oleh salah satu mahasiswa UNY bernama Rachmad Ganta Semendawai membuat sebuah utas mengenai perjuangan seorang mahasiswi UNY, Nur Riska, dalam membayar UKT. Riska berasal dari sebuah desa terpencil di Purbalingga. Orang tuanya sehari-hari berdagang sayur untuk menghidupi keluarga dan membiayai pendidikan 5 orang anaknya. Meskipun ia telah menjelaskan kondisi finansialnya dengan memberi tahu jumlah pendapatan orang tua kepada pihak UNY, Riska tetap mendapat UKT yang terbilang tinggi dengan nominal 3,14 juta rupiah.

Di awal perkuliahan, Riska sempat mengajukan keberatan terhadap nominal UKT kepada pihak rektorat UNY. Namun, ia merasa dipersulit oleh sistem birokrasi yang berantakan. Ia sampai harus berulang kali bolak-balik rektorat untuk mengurus administrasi pengajuan keberatan. Setelah melalui proses yang begitu rumit, sangat disayangkan UKT Riska hanya turun sekitar 600 ribu rupiah. Penurunan tersebut dirasa masih belum cukup, mengingat kondisi finansial keluarga Riska yang memang kurang baik ditambah dengan situasi pandemi yang menyebabkan kesulitan dalam mencari penghidupan. Riska meninggal pada 9 Maret 2022 akibat hipertensi yang telah diidapnya sejak lama. Stres dalam memikirkan UKT diduga turut memperburuk kondisi Kesehatan Riska.

Selain Riska, terdapat ribuan mahasiswa UNY lainnya yang mengalami masalah serupa. Berdasarkan survei yang diadakan oleh Aliansi UNY Bergerak dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekspresi terhadap 1.045 responden mahasiswa UNY mengenai biaya UKT, 97,8% merasa keberatan dengan besaran UKT yang harus dibayar. Bahkan, terdapat 160 responden yang mempertimbangkan akan mengambil cuti kuliah lantaran tidak sanggup membayar UKT.

Respon yang diberikan oleh rektorat mengenai isu ini juga dianggap tidak serius.

“Yang ada kemarin hanya respon-respon misalnya, ‘Oh, ini nanti datang langsung ke saya’. Cuma hasilnya juga nggak signifikan. Kita nggak ingin itu satu-persatu diperbaiki, kita ingin sistemnya yang diperbaiki,” tutur Mushab, salah satu anggota tim kajian UNY Bergerak.

UNY juga dianggap represif terhadap mahasiswa-mahasiswa yang bersuara mengenai isu ini. Berbagai tindakan represif berupa ancaman akan di-DO hingga pemanggilan orang tua kerap dilakukan oleh pihak Rektorat UNY. Bahkan, salah satu dosen pernah mengancam akan ‘membinasakan’ salah satu mahasiswa yang menyuarakan isu terkait UKT.

“Kok, kampus jadi kayak sarang tukang jagal, ya? Bisa-bisanya seorang akademisi ngomong ‘kalau tidak bisa dibina maka akan kami binasakan’ kepada mahasiswanya,” ujar Ganta.

Tanggapan pihak Rektorat UNY yang hanya menyampaikan narasi tanpa melakukan aksi nyata bahkan mengintimidasi mahasiswa membuat Aliansi UNY Bergerak datang ke Jakarta untuk bertemu dengan Nadiem dan mempertanyakan jalan keluar atas permasalahan tersebut. Sayangnya, harapan tersebut terpatahkan karena mereka hanya dapat bertemu dengan pihak Hubungan Masyarakat (Humas) dan perwakilan Direktorat Jenderal (Dirjen) Kemendikbud RI. Oleh karena itu, pihak Aliansi UNY Bergerak akan mencoba berbagai cara di waktu mendatang.

“Kita akan melobi semua pemangku kebijakan seperti DPR bahkan kita akan menyuarakan ini ke internasional. Serta kita akan buat tulisan karena awal mula gerakan ini juga berawal dari tulisan,” pungkas Mushab.

Aksi simbolik ini ditutup dengan penyerahan baju dansa oleh massa aksi kepada pihak perwakilan Dirjen Kemendikbud RI.

Teks: Riza Arrafi, Jesica Dominiq M.
Editor: M. Rifaldy Zelan
Kontributor: Valensiya (LPM Progress)
Foto: LPM Progress

Pers Suara Mahasiswa UI 2023
Independen, Lugas, dan Berkualitas!