Upacara Saur Matua merupakan upacara kematian pada masyarakat Batak. Dapat dikatakan bahwa kematian (mate) di usia yang sudah sangat tua adalah kematian yang paling diinginkan, apalagi jika seseorang yang meninggal tersebut telah memiliki anak, menikahkannya, hingga telah memiliki cucu dari anak-anaknya tersebut. Pada tradisi budaya masyarakat Batak (khususnya Batak Toba), kematian seperti ini disebut sebagai mate saur matua, yang mana pelaksanaan upacara ini dilakukan tanpa adanya kesedihan.
Walaupun demikian, tidak semua manusia menginginkan kematiannya dengan sukarela apalagi disambut dengan bersukacita. Kematian entah kapan datangnya. Hanya satu hal yang kita ketahui bahwa setiap hal yang hidup akan menghadapi kematian. Namun, apakah kematian yang diinginkan seperti dalam upacara Upacara Saur Matua juga diinginkan oleh kebanyakan manusia lainnya? Apakah memang hal seperti inilah yang diinginkan oleh seseorang yang mengalami kematian? Jika memang kematian adalah hal yang telah dirindukan, lantas seperti apakah itu?
Secara umum, saur matua merupakan seseorang yang meninggal telah memiliki keturunan dan cucu dari anak-anaknya. Yang mana, arti dari saur sendiri adalah lengkap atau sempurna. Sempurna di sini berarti seseorang telah menjalani hidupnya dengan sempurna dalam hal mengenai keturunan.
Dalam Upacara Saur Matua, para anggota keluarga bersuka karena orang tua yang meninggal sudah dalam usia yang tua dan sudah berhasil mendidik, merawat, dan menikahkan anaknya hingga memiliki keturunan, upacara pemakaman pun harus dilakukan penuh sukacita. Walaupun begitu, apa benar mereka sama sekali tidak berduka? Bagi seorang manusia yang memiliki ikatan emosional, sangatlah wajar jika berduka saat ditinggal oleh orang tercinta, terlebih oleh orang tua.
Lalu, apakah semua orang Batak juga setuju dengan Upacara Saur Matua ini? Yang namanya manusia, pasti memiliki pilihan dan pandangannya masing-masing. Nyatanya, terdapat masyarakat Batak Kristen lainnya yang tidak setuju terkait kewajiban pelaksanaan upacara saur matua, karena kurang masuk akal dan tidak jelas tujuannya. Upacara dengan konsep kematian ideal ini dinilai kurang tepat dengan ajaran dan iman Kristiani jika masih didominasi oleh keinginan yang masih bersifat duniawi atau memamerkan kemewahan.
Di dalam kelompok sosial masyarakat, khususnya umat beragama, kematian seseorang merupakan sebuah bentuk kesedihan yang mendalam. Hal ini karena kematian adalah wujud perpisahan terakhir dengan orang yang dikasihi. Selain itu, mereka beranggapan bahwa keluarga sudah berjuang membiayai perawatan orang tuanya dari mulai sakit-sakitan hingga meninggal, namun masih harus berjuang membiayai upacara Saur Matua demi memenuhi tuntutan adat. Seharusnya adat tidak dijadikan beban. Namun, bukan berarti upacara Saur Matua tidak penting untuk dilestarikan. Bagaimanapun, itu merupakan tradisi dan kebudayaan negara Indonesia. Jadi yang terpenting yaitu sebaiknya orang yang meninggal harus segera dikuburkan, tidak menunggu berhari-hari.
Membahas mengenai pandangan seseorang terhadap upacara adat kematian yang tak biasa ini, teman-teman dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya 2021 berkesempatan memberikan pandangan mereka terhadap pelaksanaan upacara Saur Matua.
Pertama dikemukakan oleh Irma Aulia Irawan dari program studi Sastra Prancis. Baginya, kehilangan seseorang yang kita sayangi tentunya akan menimbulkan rasa sedih. Untuk menerima kenyataan akan berpulangnya seseorang tidak akan mudah, membutuhkan waktu yang berbeda bagi setiap orang untuk dapat mengikhlaskan kejadian tersebut. Respon berduka ini bisa menjerumus ke dalam sesuatu yang jauh lebih serius jika terjadi terlalu lama, yaitu depresi. Jadi, dengan dilaksanakannya upacara Saur Matua yang penuh dengan suasana sukacita dapat membantu mengikhlaskan dan menghilangkan rasa sedih.
Berbeda dengan teman saya lainnya, Kayla Luthfianti Hammas dari program studi Ilmu Perpustakaan memberikan argumen yang sebaliknya. Menurutnya, kematian umumnya identik dengan ketakutan seluruh manusia, karena tidak ada yang pernah menginginkan kematian. Kebanyakan manusia menganggap bahwa kematian akhir dari segalanya, yang membuat mereka memiliki alasan untuk takut terkait itu. Ketakutan itulah yang membuat penggambaran kematian selalu identik dengan hal yang tidak diinginkan dan tidak pernah direncanakan. Tidak semua manusia dapat bersukacita pada hari kematian kerabat mereka. Adapun manusia yang tidak dapat membendung rasa kesedihannya meskipun ia paham tentang perayaan Saur Matua. Beberapa manusia memilih untuk tidak mengikuti upacara adat saur matua dikarenakan mereka tidak bisa merasakan suka cita pada kematian seseorang.
Kemudian yang terakhir, terdapat juga pandangan yang dikemukakan teman saya (anonim) dari program studi Arkeologi. Menurutnya, kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup setiap manusia di dunia. Kematian merupakan suatu permulaan seorang manusia untuk hidup di alam yang baru di keabadian. Tak jarang masyarakat melaksanakan upacara kematian untuk melepas seseorang yang telah meninggalkan alam dunia menuju alam yang abadi. Upacara kematian ini juga sering dianggap sebagai suatu perpisahan dengan mendiang dan dalam suasana penuh kesedihan.
Dari beberapa pendapat para narasumber di atas jelas bahwa sekali lagi seorang manusia pasti mempunyai pandangannya masing-masing. Di sini, tidak ada yang namanya benar atau salah. Semua tergantung dengan sudut pandang masing-masing.
Merasa sedih, mencoba bersikap ikhlas dan pasrah merupakan sikap yang wajar bagi keluarga yang ditinggalkan. Berbeda dengan suasana suka cita yang kurang cocok digambarkan sebagai suatu respon atas kepergian orang tercinta. Sekali lagi, dalam ajaran-ajaran agama, kematian digambarkan sebagai akhir dari perjalanan singkat hidup manusia menuju kepada keabadian, di mana tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian.
Daftar Referensi
Jurnal
Junita, E. (2016). Upacara Kematian Saur Matua pada Adat Masyarakat Batak Toba (studi kasus tentang kesiapan keluarga) di Desa Purbatua Kecamatan Purbatua Kabupaten Tapanuli Utara. JOM FISIP, 3(1).
Simatupang, D. E. (2008). Upacara Saur Matua: Konsep” Kematian Ideal” Pada Masyarakat Batak (Studi Etnoarkeologi). Berkala Arkeologi Sangkhakala, 11(21), 20-29.
Berita
Octaviani, W. (2022, November 1). Tradisi Saur Matua: Pemakaman Tanpa Sedih di Suku Batak Toba. Sampaijauh. https://sampaijauh.com/tradisi-saur-matua-23646 (diakses pada 15 Februari 2023 pukul 9.00 WIB)
Teks : Shinta Dewi Nugraha
Foto : Istimewa
Editor : Sekar Innasprilla
Pers Suara Mahasiswa UI 2023
Independen, Lugas, dan Berkualitas!