Logo Suma

Visi Misi Tiga Calon Rektor: Fokus Tingkatkan Kualitas Akademik Tanpa Membawa Isu Kekerasan Seksual

Redaksi Suara Mahasiswa · 21 September 2024
8 menit

Persaingan memperebutkan kursi rektor Universitas Indonesia (UI) Periode 2024–2029 semakin memanas. Selang beberapa jam setelah pelaksanaan presentasi oleh tujuh calon rektor (carek) tersaring, UI langsung mengumumkan tiga carek tersaring yang berhasil melaju ke tahap selanjutnya pada Rabu (18/9) siang. Ketiga carek tersaring itu adalah Ari Fahrial Syam dari Fakultas Kedokteran (FK), Heri Hermansyah dari Fakultas Teknik (FT), dan Teguh Dartanto dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).

Sebelum tersaring ke dalam tiga besar, ketiga carek tersebut terlebih dahulu melalui tahapan presentasi di hadapan para panelis pakar pada pagi harinya. Bersama empat carek lainnya, mereka mempresentasikan visi dan misi serta program kerjanya bagi UI untuk lima tahun ke depan. Proses presentasi yang berlangsung di Auditorium Gedung IASTH (Kampus UI Salemba) ini dipimpin oleh Bambang Wibawarta selaku Ketua Panitia Khusus Pemilihan Rektor (Pansus Pilrek) dan dipandu oleh Eko Prasojo selaku moderator.

Ada lima pakar yang menjadi panelis untuk menilai presentasi para carek tersaring, yaitu dua panelis eksternal dan tiga panelis internal. Panelis eksternal terdiri dari Slamet Edy Purnomo selaku anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Gita Wirjawan selaku Menteri Perdagangan RI Periode 2011–2014.
Adapun panelis internal berasal dari Majelis Wali Amanat (MWA) UI yang terdiri dari Yahya Cholil Staquf selaku ketua MWA UI serta Yusuf Ateh dan Irfan Setiaputra selaku anggota MWA. Sayangnya, Ketua MWA UI tidak dapat hadir sehingga penilaian presentasi hanya dilakukan oleh empat panelis pakar tersebut.

Berikut isi dari sesi presentasi dan tanya jawab oleh ketiga calon rektor tersaring!

Ari Fahrial Syam: Membangun Jenjang Karier Tendik dan Dosen

Presentasi calon rektor dimulai oleh pemaparan dari Dekan FK UI, Ari Fahrial Syam. Dalam presentasinya, Ari menekankan profilnya sebagai seorang guru besar yang memiliki rekam jejak yang panjang, kepedulian yang tinggi terhadap berbagai isu sosial, serta kedekatan dengan semua kalangan, termasuk dengan media untuk menjamin keterbukaan informasi publik.

Dengan moto “UI yang Semakin Maju untuk Kejayaan Indonesia di Era Entrepreneurial University”, Ari memproyeksikan visinya untuk menjadikan UI sebagai pusat keunggulan akademis dan riset yang berdaya saing global yang berdasarkan pada inovasi, kolaborasi, dan integritas untuk kesejahteraan bangsa dan kemanusiaan. Ari juga memiliki sejumlah misi sebagai calon rektor, yaitu

  1. menyediakan pendidikan yang unggul dan berkelanjutan;
  2. memberikan pengalaman kepada peserta didik;
  3. menciptakan dan memperkuat budaya penelitian;
  4. menerapkan pengabdian masyarakat dan transfer teknologi;
  5. melaksanakan tata kelola yang transparan, akuntabel, dan menghasilkan pelayanan yang prima;
  6. menerapkan sistem manajemen yang efektif;
  7. meningkatkan kerjasama dengan berbagai institusi; dan
  8. mengoptimalkan peran alumni dalam pengembangan universitas.

Untuk menjalankan visi dan misinya, Ari memiliki tujuh program kerja yang akan dijalankan selama lima tahun sebagai rektor, yakni pemanfaatan aset universitas yang belum terpakai; sinergi dengan alumni untuk memperoleh donasi; kerja sama untuk donasi dari pemerintah, swasta, dan pihak internasional melalui skema triple helix; penerapan program beasiswa dan sponsor; serta kooperasi dengan institusi lainnya.

Lebih lanjut, Ari juga menjelaskan mengenai rencana 100 hari pertamanya jika kelak terpilih sebagai rektor UI. Terkait dengan mahasiswa, sebagaimana yang telah tersampaikan dalam Rembug UI, Ari kembali menekankan komitmennya untuk duduk bersama dengan mahasiswa sebagai bentuk penyerapan aspirasi dari seluruh civitas academica UI.

Selain itu, Ari juga berjanji untuk mengembangkan program riset interdisipliner melalui pembentukan klaster penelitian dan cetak biru bagi pengabdian masyarakat serta mendorong pengembangan jenjang karier bagi tenaga pendidik dan dosen.

Terkait dengan internal UI, Ari akan menerapkan kebijakan manajemen dan pengarsipan secara elektronik serta berupaya untuk memperbaiki citra UI melalui strategi komunikasi dan penjenamaan (branding). Mengenai keuangan, Ari mencanangkan penerapan tata kelola finansial yang mapan untuk memaksimalkan pemasukan UI dari kerja sama dengan sektor swasta dan pemanfaatan aset universitas.

Gita merespons presentasi Ari dengan mempertanyakan pendapat Ari mengenai pembangunan kapabilitas pengajaran melalui keterbukaan terhadap akuisisi talenta sebagaimana yang telah dilakukan oleh universitas-universitas di Singapura. Gita juga menanyakan langkah Ari dalam mewujudkan pelaksanaan literatur yang diakui secara nasional dan internasional (literary authority), kerja sama antarfakultas dan antaruniversitas (institutional authority), serta transparansi finansial (financial authority) untuk kepentingan UI agar dapat diterima baik oleh dunia internasional.

Ari menjawab pertanyaan pertama dengan menceritakan pengalamannya dalam merekrut seorang profesor dari Belanda untuk bersama-sama membangun Indonesia Medical Education and Research Institute (IMERI) FK UI. Melalui pengalaman yang sama, Ari juga menjabarkan produktivitas literatur milik para guru besar yang bertugas di IMERI.

Untuk menjamin financial authority UI, Ari berencana untuk menjalin komunikasi dengan otoritas pengawas keuangan di Indonesia, seperti BPK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Ari, kerja sama dengan kedua lembaga tersebut akan berjalan dengan baik karena sebagian besar pejabatnya merupakan alumni dari Fakultas Hukum UI.

“Kebetulan, sebagian daripada mereka [di dalam kedua lembaga] juga alumni-alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya rasa, kalau rektornya yang manggil mereka pasti akan bantu,” jelas Ari.

Sesi pertanyaan dilanjutkan oleh Slamet yang bertanya mengenai realitas dan ekspektasi terhadap pemosisian UI di kancah global; keterkaitan program-program Ari dengan pemerintahan yang akan datang; dan integrasi antarfakultas dalam pandangan Ari. Selain bertanya, Slamet juga mengkritik visi Ari yang terlalu berorientasi pada FK.

Merespons Slamet, Ari menyoroti peran sejumlah guru besar UI dalam transisi pemerintahan serta peluang bagi UI untuk terlibat dalam proyek pemerintah, seperti makan siang gratis. Mengenai integrasi antarfakultas, Ari menegaskan perlunya pemangku kepentingan dari berbagai fakultas untuk duduk bersama dan bersinergi.

Terakhir, Ari menegaskan kembali janjinya untuk peduli kepada tenaga kependidikan (tendik) dan menjamin kesejahteraan serta kebahagiaan mereka sebagai jawaban atas undian pertanyaan anggota MWA UI mengenai ketimpangan antara kompensasi dan skema penggajian pengajar dan tendik.

Prof. Heri Hermansyah: Membangun Kesejahteraan Dosen dan Tenaga Kependidikan

Dengan moto “Impactful National Contribution and Reputable Global Recognition”, Heri memulai pemaparannya mengenai perannya untuk menghadirkan UI di berbagai daerah melalui gerakan UIPeduli. Gerakan tersebut merupakan hasil inisiasinya sebagai Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat dan kepemimpinannya terhadap proyek Smart City yang beranggotakan UI dan tiga universitas di Amerika Serikat.

Selanjutnya, Heri memaparkan strateginya untuk membangun UI ke depannya. Strategi pertama adalah meningkatkan kewirausahaan dengan memanfaatkan lahan tidur dan memaksimalkan dana dari berbagai aset yang dimiliki oleh UI. Selain itu, Heri juga menargetkan perbaikan kualitas dan akses pendidikan melalui akuisisi talenta dan digitalisasi pembelajaran.

Terkait dengan penelitian, inovasi, dan pengabdian, Heri juga berjanji akan meningkatkan pendanaan bagi sektor-sektor tersebut dan program pascadoktor. Untuk membuat UI menjadi lebih kompetitif di kancah dunia, Heri akan meningkatkan kapasitas dari program internasional UI melalui peningkatan jumlah mahasiswa asing dan ranking UI secara global.

Terakhir, Heri juga berjanji akan memperbaiki tata kelola dan budaya UI dengan membangun komunikasi dan budaya korporat yang baik serta pemberian beasiswa dan tunjangan pendidikan bagi mahasiswa dan tendik yang memenuhi syarat.

Menanggapi presentasi Heri, Slamet bertanya mengenai strategi inovasi untuk menghadapi transformasi dari dunia yang dinamis dan serba digital serta penyesuaian visi dan misi calon rektor terhadap rencana kerja pemerintah baru. Berikutnya, Gita menggarisbawahi upaya internasionalisasi oleh Heri dan mengaitkannya dengan fenomena dunia yang semakin multipolar dan multilateral.

Gita juga bertanya mengenai strategi Heri dalam mendorong demokratisasi informasi oleh masyarakat dan mencegah polarisasi ide yang timbul akibat paradigma konvensional. Serupa dengan Ari, Gita juga mempertanyakan kesiapan UI di bawah kepemimpinan Heri dalam menerima dosen asing sebagai bagian dari demokratisasi ilmu pengetahuan. Dari anggota MWA, Heri menerima undian pertanyaan mengenai tiga hal yang akan dilakukan oleh Heri untuk menjadikan UI sebagai universitas terbaik di Indonesia.

Merespons pertanyaan-pertanyaan tersebut, Heri memaparkan rencananya untuk membangunkan “sleeping giants” di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) sebagai bagian untuk memperbaiki kualitas dari sosial humaniora di UI. Terkait dengan pertanyaan Gita, Heri menekankan peranan dari smart university untuk menghadapi transformasi digital dan perubahan zaman.

Selain itu, Heri juga menekankan peran dari dana abadi (endowment funds) untuk meningkatkan kapasitas peneliti dan mengirimkan mahasiswa dari Indonesia ke luar negeri. Terkait internasionalisasi dari tenaga pendidik, Heri berkaca pada pengalamanya di FT yang mengundang guru besar dari luar negeri untuk mengajar di UI selama dua minggu.

Teguh Dartanto: Pentingnya Melakukan Transformasi Dalam Pengelolaan UI

Dalam 10 menit pemaparannya, Teguh menyebutkan bahwa UI memiliki potensi besar yang belum optimal. Oleh karena itu, UI membutuhkan pemimpin yang mampu membangun solidaritas, menyatukan potensi, serta mendorong kolaborasi untuk menciptakan kemajuan dan dampak berkelanjutan. Dengan mengangkat moto “Beyond University Ranking: Membangun UI yang Inklusif, Relevan, Bereputasi, dan Berkelanjutan”, Teguh menekankan perlunya transformasi dalam pengelolaan UI. Hal itu menjadi penting karena, menurutnya, UI masih terlalu mengglorifikasi kejayaan masa lalu sehingga lupa untuk melakukan transformasi demi masa depan.

Selain itu, Teguh juga membawa sembilan rencana strategis pengembangan UI dengan berfokus pada lima hal berikut:

  1. membangun sebuah badan khusus terkait pengelolaan teknologi informasi komunikasi dan transformasi digital, unit pengelolaan aset untuk meningkatkan pendapatan, serta kantor khusus untuk urusan keberlanjutan (sustainability) lingkungan;
  2. digitalisasi pengelolaan keuangan dari hulu hingga hilir;
  3. mengadakan dialog bersama rektor;
  4. meningkatkan kesejahteraan tendik yang merata antarfakultas; serta
  5. membuat sistem informasi dan teknologi berprinsip “HATI” (Handal, Aman, Terintegrasi, dan Interoperabilitas) yang dapat diakses kapan dan di mana saja, aman dari serangan siber, serta terintegrasi dengan berbagai data.

Persoalan keuangan menjadi salah satu yang banyak dibicarakan Teguh dalam pemaparannya. Dalam pandangannya, UI harus fleksibilitas terkait keuangan tiap fakultas dengan memberikan ruang lebih pada fakultas yang tidak “sekaya” fakultas lain sehingga tidak terjadi kesenjangan antarfakultas.

Untuk memastikan UI bisa mendapat dana yang cukup dalam memenuhi kebutuhan keuangannya, Teguh berencana untuk membentuk sebuah treasury unit dalam mengelola aset likuiditas. Daripada hanya menempatkannya di deposito, Teguh beride untuk menempatkan dana likuiditas UI ke dalam instrumen jangka panjang berupa obligasi berbasis syariah/sukuk agar memungkinkan UI untuk mendapat imbal hasil yang lebih tinggi.

Menurutnya, penting untuk memiliki target terkait pendapatan. Akan tetapi harus ada pembenahan sistem pengelolaan keuangan terlebih dahulu sehingga dapat meningkatkan kepercayaan serta ketertarikan pihak eksternal untuk memberikan dana kepada UI. Selain menempatkan dana likuiditas ke dalam instrumen jangka panjang, Teguh juga berencana untuk bisa meningkatkan pendapatan filantropi serta dana penelitian dari pihak eksternal, terutama swasta.

Teguh sadar bahwa kemajuan tidak bisa terwujud melalui usaha sendiri, tetapi melalui kolaborasi dari setiap aspek kepengurusan dan civitas academica UI. Baginya, rektor bukanlah superman, melainkan katalisator untuk membangun UI. Sebagai penutup, beliau menyatakan cita-citanya untuk tidak sekadar menjadikan UI sebagai sebuah multifakultas, tetapi sebuah universitas yang utuh.

The whole is greater than the sum of it part,” kutip Teguh dari perkataan Aristoteles yang sejalan dengan cita-citanya jika terpilih menjadi rektor UI.

Dalam sesi tanya jawab, Slamet mempertanyakan peran lembaga penelitian UI dalam penelitian yang berkonsep bisnis untuk lembaga maupun masyarakat. Lebih lanjut, Slamet juga meminta “resep” Teguh dalam mengembangkan kepercayaan lembaga dan perusahaan untuk bekerja sama dengan UI sebagai lembaga riset terkemuka di tingkat lokal maupun internasional.

Di sisi lain, Gita bertanya mengenai permasalahan pengajaran di fakultas ekonomi. Beliau menanyakan hal itu karena adanya fenomena struktural dalam perekonomian Indonesia, seperti masih terjadinya ketimpangan kekayaan, pendapatan, kesempatan, serta ketimpangan pertumbuhan perekonomian kota primer dan sekunder (centripetality of economic development).

Menanggapi pertanyaan Slamet, Teguh menjawab dengan menekankan pentingnya memperbaiki tata kelola internal UI sehingga bisa meningkatkan kepercayaan pihak eksternal. Terkait dugaan Gita, Teguh beranggapan bahwa tidak ada yang salah dari pendidikan di FEB UI. Akan tetapi, menurutnya, perlu ada re-orientasi dari pengajaran yang berfokus pada efisiensi dan sistem pasar menjadi pembelajaran yang mengangkat isu masyarakat dan keadilan ekonomi.

Terakhir, Teguh mendapatkan pertanyaan dari MWA UI mengenai kewajaran imbalan kerja bawa-pulang (take-home pay) bagi dosen UI berpendidikan S-3 dengan jabatan lektor kepala dan di atasnya serta gaji lektor dan tendik UI. Untuk menjawab pertanyaan itu, Teguh merujuk pada salah satu universitas swasta di Jakarta yang memiliki rata-rata imbalan kerja bawa-pulang sebesar lebih dari 30 juta untuk lektor kepala.

Menurutnya, oleh karena saat ini terjadi disparitas antarfakultas mengenai gaji dosen dan tendik di UI, maka universitas harus menjaga agar disparitas tersebut tidak begitu besar antarfakultas. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Teguh mengungkapkan bahwa perlu ada sistem insentif yang memberikan bonus dinamis apabila dosen dan tendik telah mencapai Key Performance Indicator (KPI) tertentu agar meningkatkan kerja keras dan kesejahteraan mereka.

Demikian presentasi dan sesi tanya jawab dari ketiga carek UI yang tersaring untuk melaju ke tahap selanjutnya. Bertolak belakang dengan pernyataan mereka saat Rembug UI pada Rabu (12/09) lalu, tidak ada satu pun visi dan misi ketiga carek yang menyentuh isu-isu krusial di UI, baik masalah kekerasan seksual, kasus kematian Akseyna, maupun komersialisasi pendidikan.

Teks: Jeromi Mikhael Asido, Rania Reswara Addini

Editor: Jesica Dominiq M.

Foto/Ilustrasi: Mauliza Fadiyah

Pers Suara Mahasiswa UI 2024

Independen, Lugas, dan Berkualitas!