Wisuda menjadi momen perayaan paling dinantikan oleh mahasiswa. Namun, di kalangan calon wisudawan UI, datang gelombang keresahan bersama dengan munculnya video Official Teaser Wisuda UI 2025 yang diunggah oleh kanal YouTube Universitas Indonesia pada Selasa (19/8) silam. Alih-alih disambut antusias, perubahan konsep dan aturan yang dicantumkan malah menimbulkan pertanyaan, kekecewaan, hingga kritik dari mereka yang tengah menanti momen puncak studinya.
Beberapa perubahan tersebut di antaranya adalah imbauan penggunaan sneakers dan pakaian kasual, ketentuan pakaian untuk orang tua atau pendamping wisudawan, penempatan kursi orang tua di lantai bawah Balairung, serta penempatan wisudawan di tribun atas. Selain aturan baru, biaya wisuda juga naik menjadi Rp1.100.000 tanpa transparansi alokasi dana selain yang tercantum dalam SK Rektor Nomor 16 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Universitas Indonesia.
Sejumlah narasumber menyatakan ketidaksetujuannya terhadap konsep wisuda tahun ini. Urgensi perubahannya dinilai tidak jelas. Ketentuan wisuda pun dianggap memberatkan, terutama dengan tingginya biaya pendaftaran.
Dhanya, calon wisudawan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menilai penempatan wisudawan di tribun atas menimbulkan kesan seolah mereka hanya menjadi “penonton”. Akses menuju tribun dinilai menyulitkan mobilitas. Ia juga menyoroti pembagian kursi orang tua di dalam Balairung dan di luar ruangan yang belum jelas kriterianya sehingga berpotensi menimbulkan kesenjangan di antara pendamping.
Kritik serupa datang dari Farhan, calon wisudawan Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Ia menilai aturan baru tentang pakaian orang tua terlalu berlebihan. “Kalau pada akhirnya bakal jadi background foto aja ya buat apa seragaman?” ujarnya.
Ia juga menyesalkan ditiadakannya prawisuda yang selama ini menjadi momen kebersamaan di tingkat fakultas. Baginya, sesi singkat bersama rektor tidak sebanding dengan prawisuda, di mana wisudawan FIB bisa lebih bebas mengekspresikan diri lewat beragam gaya berpakaian, tidak terbatas pada aturan kasual. Menurutnya, sebagai kampus Indonesia, UI seharusnya bangga dengan tradisi wisuda yang dimiliki, bukan justru meniru konsep luar negeri.
Keresahan lain muncul dari ketidakpastian informasi resmi. Berdasarkan unggahan akun Instagram @unsurmahasiswa, nota wisuda yang diterima calon wisudawan pada 15 Juli mengalami perubahan pada 6 Agustus. Jadwal wisuda pun dimajukan dari 13 September menjadi 11 September.
Hal ini berdampak pada persiapan calon wisudawan dan keluarga. Beberapa harus mengatur ulang jadwal keluarga maupun layanan rias (make up artist). Ada pula orang tua yang sudah menyiapkan pakaian sejak lama, tetapi ternyata tidak sesuai aturan terbaru.
“Keluarga saya juga harus mengubah jadwal pribadi masing-masing untuk menyempatkan datang di wisuda,” tutur Fairuz, salah seorang calon wisudawan lainnya dari FIB.
Fairuz juga ragu bahwa konsep baru yang diusung wisuda semester ini akan membuat prosesi wisuda menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Terlebih jika dilihat dari risiko penempatan calon wisudawan di tribun atas Balairung, hal ini tentu akan memberatkan mobilisasi teman-teman disabilitas dan mengganggu kekhidmatan prosesi wisuda mereka.
Dhanya pun memiliki pendapat yang serupa. Perubahan konsep ini terkesan tidak menguntungkan wisudawan dan orang tua. “Konsep wisuda yang esensinya memuliakan mahasiswa di momen puncak studinya justru kurang tersampaikan. Bagi saya, wisuda adalah perayaan keberhasilan mahasiswa setelah bertahun-tahun berjuang sehingga seharusnya fokus utama tetap diarahkan pada wisudawan.”
Seharusnya, pihak UI menyediakan forum diskusi dengan calon wisudawan jika ingin menghadirkan konsep baru dalam prosesi wisuda. Dengan begitu, rancangan konsep bisa berjalan beriringan dengan kebutuhan calon wisudawan di lapangan, bukan hanya lahir dari pemikiran sepihak.
Ketiadaan forum diskusi inilah yang membuat calon wisudawan akhirnya menumpahkan kritik dan keluh-kesahnya di media sosial. “Ini sih yang membuat saya jadi nge-tweet seperti itu,” ucap Daffa, calon wisudawan dari Fakultas Teknik (FT)
Dalam akun X miliknya yang bernama @daffafahrz, cuitan itu berbunyi, “Gws yang wisudawan perempuan pake kebaya and heels, soalnya wisudawannya di tribun atas awokaowkwoak. disaraninnya pake sneakers ges.”
Selain itu, banyak lagi keluhan dari calon wisudawan yang disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun hingga kini, belum ada tanggapan lebih lanjut dari pihak kampus.
"Bahwa kampus tetap diam—setelah mendapati ratusan kritik dan saran dari wisudawan, orang tua, dan mahasiswa yang dilayangkan ke pihak kampus mengenai konsep wisuda ini—juga merupakan hal yang sangat disayangkan dan justru mencoreng integritas kampus sebagai institusi yang harusnya mewadahi [aspirasi] civitasnya," keluh Fairuz.
Ke depannya, para calon wisudawan tentu berharap prosesi wisuda dapat berjalan lebih baik tanpa menimbulkan kesan merugikan wisudawan maupun orang tua. Dhanya juga menekankan pentingnya pemanggilan wisudawan satu per satu untuk naik ke panggung agar momen selebrasi terasa lebih personal, bukan hanya diberikan kepada peraih IPK tertinggi di fakultas.
“Saya berharap konsep wisuda selanjutnya lebih berorientasi pada kenyamanan wisudawan dan keluarga, dengan teknis yang lebih matang, transparan, serta memfasilitasi seluruh pihak agar bisa ikut merayakan momen ini tanpa ada pihak yang merasa terpinggirkan,” harap Dhanya.
Daffa menambahkan bahwa ia juga berharap keluhan calon wisudawan tahun ini dapat didengar agar tidak menimbulkan berita yang merugikan nama kampus itu sendiri.
Teks: Mona Natalia Christina, Zaskia Mardiyani Putri
Editor: Dela Srilestari
Foto: Istimewa
Desain: Kania Puri A. Hermawan
Pers Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas!