Pancoran (Kembali) Memanas: Bentrokan Warga dengan Ormas Terulang

Redaksi Suara Mahasiswa · 18 Maret 2021
3 menit

Rabu (17/3) kemarin menjadi hari yang panas bagi warga masyarakat Gang Buntu II, Pancoran. Tercatat telah terjadi dua kali bentrokan antara warga masyarakat sekitar dengan pihak aparat dan ormas yang berjaga di sekitar lokasi sengketa tersebut. Bentrok terakhir terjadi pada pukul 22.00 malam kemarin (17/3).

Sebagaimana yang telah diwartakan oleh Suara Mahasiswa kemarin, telah terjadi bentrokan pada Rabu (17/3) sore, antara warga sekitar dengan pihak aparat. Warga menuntut warga agar beko (alat berat) dikeluarkan dari pemukiman warga dan aparat meninggalkan PAUD yang dijadikan pos aparat. Aparat sendiri bersama perwakilan PT. Pertamina Training and Consulting (PTC) meninggalkan Gang Buntu II sekitar pukul 17.50 WIB.

Setelah kepergian aparat dan perwakilan PTC tersebut, ketegangan yang sebelumnya terjadi di lokasi sedikit mereda. Kondisi mulai berubah sekitar pukul 18.30 WIB dimana ormas sudah mulai memobilisasi massa di gerbang portal. Intimidasi juga dilakukan oleh oknum ormas tersebut dengan mengacungkan senjata tajam seperti pisau dan celurit ke arah warga Pancoran. Saat itu, anak-anak dan warga masih bertahan di PAUD. Beberapa saat berselang, warga mulai mengkondisikan diri dengan memindahkan anak-anak yang tadinya bertahan di PAUD ke aula dan berjaga di sekitar PAUD.

Pukul 22.00 WIB, situasi semakin tegang. Barisan ormas mulai memenuhi gerbang masuk kawasan permukiman warga. Warga yang berjaga mulai merasa risih. Selanjutnya, entah karena alasan apa, anggota ormas mulai memprovokasi warga dengan melempar batu ke arah salah satu warga pancoran hingva mengalami luka di kepala. Hal tersebut dibalas oleh warga yang berupaya mempertahankan diri. Kerusuhan yang terjadi mengundang aparat untuk mengamankan daerah tersebut.

Di belakang barisan ormas, terdapat pula barisan aparat. Sayangnya, mereka justru turut membentuk barikade dengan ormas, bukannya menghentikan aksi kekerasan tersebut. Mereka juga memblokade akses pintu masuk ke dalam kawasan permukiman karena kondisi di depan gerbang portal sudah tidak kondusif. Selanjutnya, terjadilah eskalasi kerusuhan. "Pihak aparat tidak mematuhi SOP-nya terkait melindungi, melayani dan mengayomi warga. Melainkan melayani pihak yang menindas warga," ujar Reza, salah satu korban yang juga mengalami luka-luka saat bentrok terjadi.

Posko medis pun tak terbebas dari serangan dari pihak aparat menggunakan gas air mata dari dua arah. Sehingga, posko medis terkepung dan akses masuknya harus ditutup. Hal ini menyebabkan sulitnya mobilisasi korban dan tim medis di dalam posko. Kondisi tersebut mengakibatkan beberapa korban terpaksa ditangani di luar posko.

Peristiwa ini juga diperparah dengan habisnya stok alat medis. Dengan situasi demikian, warga masyarakat berupaya menghubungi ambulans dari rumah sakit di sekitar lokasi, tapi tidak ada yang mau menangani. Bantuan yang coba diberikan dari luar lokasi pun sulit untuk dapat masuk dikarenakan akses pintu masuk lokasi yang dijaga ketat oleh aparat.

Selain itu, menurut informasi yang diberikan oleh akun Instagram @forumpancoranbersatu, warga masih melakukan pendataan mengenai jumlah warga yang berada di lokasi, mengingat terdapat beberapa orang warga yang dibawa ke Polda Metro Jaya.

Menanggapi kejadian yang terjadi pada kemarin malam, salah seorang warga setempat berinisial AT yang telah tinggal selama 20 tahun di lahan tersebut memberikan kesaksian atas apa yang terjadi kemarin. Ia mengatakan bahwa kejadian ini dipicu ketika terjadi lemparan molotov (botol berisi minyak tanah yang disulut sebelum dilempar). “Oknum ormas kemarin sempat masuk sampai (sekitar-red) 6 meter dari gerbang, kemudian dapat dihadang dan dikeluarkan oleh warga bersama relawan,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh BH, sebagai warga masyarakat setempat. Menurutnya, setelah ada molotov, kerusuhan dipantik dengan adu lempar batu yang dimulai oleh ormas. Tiba-tiba, terdapat gas air mata yang dilempar aparat ke wilayah permukiman. “Kaget, Mas, saya. Waktu itu suaranya kencang sekali dan anak saya juga lagi tidur jadi kebangun,” ucapnya.

AT menambahkan bahwa sempat terjadi lemparan gas air mata oleh pihak aparat. "Gas air mata kemarin sakit banget, Mas. Mata saya perih dan leher saya rasanya tidak enak mas sampai tadi pagi saat bangun tidur," tambahnya. Belakangan, beberapa akun di internet menyebarkan gambar yang memperlihatkan bahwa gas air mata yang digunakan telah kedaluwarsa.

Hingga saat ini, warga masyarakat masih berjaga-jaga dan waspada terhadap kemungkinan tindakan kekerasan lainnya yang dilakukan oleh ormas maupun aparat yang berjaga. Proses perjuangan warga masyarakat menuntut keadilan atas penggusuran paksa permukiman masih berlanjut.

Penulis: Satrio Alif
Kontributor: Rifki Wahyudi
Foto: Istimewa
Editor: Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!