Aliran Dana di Google Drive DPM UI Berujung Aduan ke Polri

Redaksi Suara Mahasiswa · 30 Juli 2021
6 menit

Pada Selasa (20/7), mahasiswa UI dikejutkan dengan tersebarnya sebuah dokumen misterius berjudul anggaran satgas COVID-19 Kukusan di beberapa grup dan open chat media sosial LINE. Dokumen yang menyebutkan aliran dana besar ini tersimpan dalam google drive resmi DPM UI dan menyeret berbagai nama lembaga kemahasiswaan—yang kemudian menimbulkan berbagai spekulasi, salah satunya adalah dugaan korupsi dan penggelapan dana. Selain itu, berdasarkan narasi yang beredar, dana ini bisa jadi digunakan untuk menandingi narasi BEM UI dan penuansaan Pemilihan Raya (Pemira) UI. Namun, fungsionaris dan anggota DPM UI menyatakan bahwa mereka tak tahu-menahu soal keberadaan maupun asal muasal dari adanya dokumen tersebut.

Yosia Setiadi selaku Ketua DPM UI menerima berbagai tudingan kecurigaan mengenai dokumen tersebut dalam sidang anggota DPM UI dengan alat bukti permulaan riwayat obrolan LINE antara Yosia dengan seseorang yang di dalamnya terdapat dokumen dengan nama serupa.

Kecurigaan ini berbuntut pada serangan dari berbagai arah yang tertuju pada Yosia. Ini bukanlah awal dari kontroversi yang menyeret nama Yosia. Tak lama sebelum ini, Yosia juga sempat menjadi ‘bulan-bulanan’ mahasiswa UI atas opininya yang dianggap blunder pada diskusi publik LK2 FH UI bertajuk “Robohnya Tonggak Kebebasan Berpendapat”. Pada diskusi tersebut, Yosia memberikan pandangan yang terkesan mendiskreditkan infografis viral BEM UI yang mengkritik kinerja pemerintah. Posisi Yosia dalam diskusi tersebut dinilai tidak merepresentasikan DPM UI.

Sebelum itu, terdapat pula ketegangan antara Yosia dengan internal DPM UI mengenai perlunya Rapat Dengar Pendapat (RDP) Insidental dengan BEM UI atas polemik infografis viral tersebut. Untuk diketahui, RDP Insidental adalah rapat yang diselenggarakan antara DPM UI dengan lembaga kemahasiswaan, termasuk BEM UI, untuk menanggapi serta meminta keterangan atas polemik yang sedang terjadi dalam lembaga kemahasiswaan.

“Setelah RDP Insidental kelar, di antara gue dan BEM (UI—red) kan sebenernya biasa aja. Nah, tapi mulai pas rapat pleno, tiba-tiba banyak yang mengkritik gue ketika gue mengeluarkan opini (pada diskusi “Robohnya Tonggak Kebebasan Berpendapat”—red) itu. Tiba-tiba langsung brutal sekali, padahal ini opini pribadi, lalu ditemukan juga anggaran secara cepat. Jadi memang sudah ada gejolak,” kata Yosia.

Dalam klarifikasi yang diunggah oleh Yosia di Instagram-nya, ia merasa bahwa tudingan-tudingan yang menyerangnya adalah bentuk dari pembunuhan karakter. Klarifikasi ini dikeluarkan setelah adanya SK Penetapan Masa Krisis DPM UI yang membekukan Yosia atas dugaan pelanggaran kewajiban secara struktural. Sementara itu, dalam klasifikasinya, Yosia menyebut tindakan ini sebagai “usaha kudeta yang dilakukan secara terstruktur”.

“Di penetapan masa krisis itu, salah satu alasan dikatakan bahwa gua melanggar struktural karena adanya ditemukan dokumen tersebut. Memang tidak jelas pelanggarannya seperti apa, kenapa, dan apa tujuan dari penetapan masa krisis tersebut,” ujar Yosia ketika dihubungi oleh Pers Suara Mahasiswa UI melalui aplikasi teleconference (29/7).

Yosia mengaku, serangan-serangan tidak hanya tertuju pada dirinya, tetapi bahkan sudah membawa nama hingga media sosial keluarganya. Menurutnya, rongrongan seperti ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk represivitas. Merasa perlu membersihkan nama baiknya, Yosia pun mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Yosia Meminta Perlindungan Hukum
Beredar Surat Permohonan Perlindungan Hukum yang ditulis oleh Yosia kepada Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si selaku Kepala Polri pada Jumat (30/7). Dalam surat tersebut, Yosia memohon perlindungan atas fitnah, pencemaran nama baik, dan pembunuhan karakter terhadapnya dengan isu aliran dana Covid-19.

Berdasarkan keterangannya, tujuan Yosia membawa kasus ini ke ranah hukum adalah demi membersihkan nama baiknya dan membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Menariknya, dalam surat tersebut tertulis, ‘Saya menyadari bahwa saya merupakan Ketua DPM UI dari kelompok minoritas dan upaya ini merupakan penjatuhan karakter untuk saya dari kelompok-kelompok yang berupaya mengganti ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini’. Ketika ditanya mengenai maksud dari pernyataan tersebut, Yosia berkata, “Gue bisa bilang, gue adalah dari GMNI yang memang idealisme gue adalah Nasionalisme dan Marhaenisme, minoritas itu adalah pandangan gue seperti ini,”

Yosia enggan berkomentar soal pernyataan ‘kelompok-kelompok yang berupaya mengganti ideologi NKRI’ dalam surat tersebut. Hanya sedikit informasi yang diberikannya dengan alasan privasi, “Gue menduga (ada—red) kelompok-kelompok seperti itu. Setelah gue melakukan penyelidikan, memang gue menemukan ada yang berniat menjatuhkan,” tuturnya.

Saat ini, polisi tengah mencoba mempelajari, mengusut tuntas, juga memberi pertimbangan mengenai aduan Yosia. Mahasiswa FEB UI ini merasa apa yang diterimanya adalah bentuk pembungkaman. “Gue merasa ini adalah bentuk dari pembungkaman dari suara gue,” ujarnya. Selain itu, aduan Yosia ke polisi juga bertujuan untuk membersihkan namanya.

Aliran Dana, Rencana Penyalurannya, dan Penolakan dari Lembaga-lembaga Tercatut
Yosia dengan gamblang menyebut keanggotaannya di GMNI. Menarik lebih jauh, dalam berkas anggaran satgas Covid-19 Kukusan, terdapat pula penyematan nama organisasi mahasiswa ekstra kampus tersebut. Selain GMNI, terdapat juga nama PMII. Dalam dokumen tersebut, PMII dan GMNI diklasifikasikan pada nama beberapa fakultas. Menurut narasi yang beredar, nama-nama fakultas yang disebutkan tersebut didasarkan kepada jaringan-jaringan yang dimiliki dan mampu dimanfaatkan. GMNI sudah berusaha dihubungi oleh pihak Pers Suara Mahasiswa tapi hingga saat ini enggan untuk berkomentar lebih jauh.

Berkas anggaran satgas Covid-19 Kukusan juga mencatut beberapa BEM Fakultas, yaitu BEM FEB, BEM Vokasi, BEM FMIPA, BEM FIA, BEM FIB, BEM FISIP, BEM FKG dan BEM FT. Tak hanya itu beberapa lembaga non-BEM juga ikut terseret seperti KOSTRAT FH UI, LK2 FH UI, dan BPM di beberapa fakultas yaitu FIA, FMIPA, dan FPsikologi.

Yosia sendiri telah melakukan klarifikasi pada laman Instagram pribadinya pada (26/7) silam. Ia menyatakan bahwa dokumen tersebut merupakan dokumen mentah dari kawannya yang dibuat untuk ikut berkontribusi pada penanganan Covid-19. Gerakan yang direncanakan berupa pemberian edukasi, dimana kawan Yosia mendapat pendanaan dari seniornya. Yosia menyebut bahwa ia tergerak untuk membantu kawannya tersebut, dan bahwa munculnya dokumen itu di Google Drive DPM UI adalah kesalahan teknis.

Menanggapi isu aliran dana misterius dari DPM UI, dua organisasi yang namanya dicatut dalam dokumen tersebut yaitu LK2 FH UI dan juga KOSTRAT FH UI telah memberikan klarifikasi secara beruntun; LK2 FH UI menaikan klarifikasi pada Rabu (21/7) dan Kostrat FH UI merilis pada Kamis (22/7). Dalam rilis yang dikeluarkannya tersebut,  LK2 FH UI menyatakan dengan tegas bahwa mereka tidak menerima aliran dana sebagaimana tercantum dalam dokumen yang ramai diperbincangkan tersebut.

Selain itu, LK2 FH UI menyatakan bahwa mereka tidak memiliki relasi dalam bentuk apa pun dengan Yosia. Dalam wawancara bersama Pers Suara Mahasiswa UI, Achmad Dhani Maulana selaku Direktur Eksekutif LK2 FH UI menyebutkan bahwa LK2 FH UI dengan tegas menolak adanya aliran dana tersebut.

“Dengan tegas, di sini saya menyatakan bahwa LK2 FH UI tidak mengetahui sama sekali tentang mengenai dana tersebut sebagaimana tercantum dalam berkas aliran dana yang tersebar di kalangan IKM UI. Selanjutnya, saya juga menyatakan bahwa LK2 FH UI tidak ada persetujuan apapun soal aliran dana tersebut dengan DPM UI dan Yosia Setiadi.”

Dhani pun tidak sama sekali mengenal Yosia baik secara personal maupun secara kelembagaan. Dia juga menolak bahwa Yosia bekerja sama dan berkoordinasi dengan LK2 FH UI. Ia pun bingung mengapa Yosia membawa dan mencatut nama LK2 FH UI secara lembaga dan dirinya secara pribadi padahal tidak ada kedekatan lembaga dan personal dengan dirinya dan LK2 FH UI.

Lalu, Dhani juga menambahkan akan menindak tegas apabila terdapat kabar simpang siur di kalangan mahasiswa mengenai LK2 FH UI, karena pencatutan nama LK2 FH UI pun tidak berdasar. Dhani juga berharap Yosia bersedia memberi klarifikasi terkait dicatutnya nama LK2 FH UI karena telah mencoreng nama LK2 FH UI.

Senada dengan LK2 FH UI,  Ketua KOSTRAT FH UI, Raihan Daffa, juga tidak mengetahui adanya aliran dana, siapa saja pihak KOSTRAT FH UI yang mengetahui aliran dana misterius ini serta bagaimana KOSTRAT FH UI dapat masuk ke dalam daftar organisasi yang ada pada file aliran dana misterius dari DPM tersebut.

“Mengenai nama KOSTRAT FH UI bisa tercantum di berkas tersebut, sejujurnya kami juga tidak tahu, karena tiba-tiba kami mendapat berita bahwa ada pencantuman nama KOSTRAT FH UI di berkas tersebut,” ujarnya. Raihan juga menyatakan bahwa KOSTRAT UI cukup kaget dengan adanya pencatutan nama.

Dalam rilisnya, KOSTRAT FH UI mengecam penyebar berita tersebut karena dapat mencemarkan nama baik KOSTRAT FH UI sebagai organisasi suporter kampus yang independen. KOSTRAT FH UI juga telah melakukan investigasi internal untuk memastikan bahwa tidak ada pengurusnya yang menerima aliran dana misterius tersebut.

“Investigasi telah kami tanyakan kepada pengurus dari kepengurusan KOSTRAT FH UI 2021, tetapi memang tidak ada yang berhubungan (atau menjalin—red) kontak untuk membahas masalah ini dengan Yosia,” tukas Raihan.

Bintang Mahakarya, ketua BEM FMIPA mengaku terkejut dengan aliran dana ini dan mengonfirmasi bahwa BEM FMIPA tidak pernah menerima aliran dana yang sudah disebutkan. Ia juga meragukan isi dokumen tersebut karena tidak dikeluarkan oleh lembaga resmi. Bintang menambahkan, hingga saat ini tidak ada kerjasama antara BEM FMIPA dan DPM UI pun tidak pernah komunikasi secara personal dengan Yosia.

Tentunya dengan beredarnya dokumen anggaran satgas COVID-19 Kukusan ini beberapa BEM Fakultas terkena imbasnya “(Hal ini—red) menimbulkan banyak pertanyaan dan spekulasi terkait dokumen tersebut. BEM FMIPA jadi terbayangi kasus ini,” ujar Bintang. Ia juga menekankan bahwa BEM FMIPA tidak terkait sama sekali dengan kasus ini.

Hal senada juga disampaikan Bayu Satria, Ketua BEM FISIP. Ia menyampaikan bahwa BEM FISIP tidak pernah menerima aliran dana pun tidak ada pembicaraan terkait dana tersebut. Ia juga kaget dan tidak mengetahui tujuan dana tersebut untuk kepentingan apa. “Kalimat dalam anggaran satgas COVID-19 Kukusan menimbulkan banyak pertanyaan. Sejauh ini IKM FISIP percaya sama BEM FISIP,” ujar Bayu.

Bayu juga mengaku tidak memiliki hubungan personal dengan Yosia. Pun kerja sama dengan DPM UI. Bayu sendiri juga tidak ingin menduga jauh tentang pencatutan BEM FISIP UI, “Sejauh ini tidak ada dugaan, (tapi Bayu merasa—red) yang dicatut adalah fakultas yang cukup besar di UI.”

Menanggapi Pengusutan Kasus Aliran Dana Misterius
Pengusutan aliran dana misterius ini tengah dilakukan oleh pihak internal DPM. Apabila kasus diperpanjang, Bintang mendukung penuh pengusutan ini untuk menghindari informasi yang simpang-siur. Terkait dengan pernyataan sikap, Bintang menambahkan untuk saat ini belum akan dilakukan karena masih berfokus pada isu lainnya.

Sementara itu, Bayu menyatakan bahwa IKM FISIP UI mempercayai BEM FISIP, maka tidak ada dampak signifikan yang dirasakan. “Sejujurnya tidak ada dampak signifikan, ini isu yang berlalu aja. Anak FISIP percaya dengan BEM FISIP kalau BEM FISIP tidak menerima dana. Pengurus BEM juga punya kredibilitas dan integritas dan tidak akan menerima dana nggak jelas dan simpang siur—dan tujuannya nggak jelas. Ini isu yang bakalan berlalu, nggak perlu dibesar-besarin,” pungkasnya.



Teks: Alif Febri, Syifa N., Muhammad Kiki, Ahmad Maman
Foto: Istimewa
Editor: Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!