Rektor Rangkap Jabatan, MWA UI Unsur Mahasiswa Bisa Apa, Nih?

Redaksi Suara Mahasiswa · 5 Juli 2021
5 menit

Dari beberapa hari lalu, jagat dunia maya begitu riuh dengan poster infografis yang dipublikasikan oleh BEM UI. Nama BEM UI pun memuncaki tangga Trending Topic Twitter dengan beragam cuitan warganet sebagai respons terhadap poster tersebut. Awal mulanya, poster yang memuat penyematan Presiden Jokowi sebagai “The King of Lip Service” itu dibuat oleh Brigade UI dan dipublikasikan ulang oleh BEM UI. Poster yang sebenarnya hanya menarasikan ulang fakta-fakta yang termuat dari berbagai berita ini tiba-tiba mendapat engagement begitu luas setelah ditanggapi salah seorang Dosen FISIP UI, Ade Armando.

Ini karya BEM UI. Saya sih menghargai kebebasan berekspresi. Tapi kalau jadi lembaga yang mewakili mahasiswa UI, ya jangan kelihatan terlalu pandirlah. Dulu masuk UI, nyogok ya?”, begitu isi cuitan Dosen FISIP UI tersebut. Sontak saja keriuhan jagat dunia maya terjadi dengan segala rentetan narasi pro-kontra terhadap poster “The King of Lip Service”.

Berlawanan dengan opini umum di dunia maya, sebenarnya tak ada yang salah dari cuitan Dosen FISIP UI di atas. Alih-alih menganggap poster “The King of Lip Service” yang dipublikasikan BEM UI melanggar peraturan perundang-undangan layaknya pendapat Kepala Humas dan KIP UI, Ade Armando justru menyatakan secara implisit bahwa poster itu masih termasuk dalam ranah “kebebasan berekspresi”.

Cermati baik-baik kalimatnya. “Ini karya BEM UI. Saya sih menghargai kebebasan berekspresi,” tulisnya. Bagi anak-anak Fakultas Sastra yang memang belajar Linguistik mungkin akan lebih mudah memahami kalimat tersebut secara semantik. Ade Armando memang masih menganggap poster BEM UI itu sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Hanya para penggaung (buzzer) saja yang membuat ini menjadi riweuh–kalau kata orang Sunda, mah. Lantas, mengapa ini menjadi begitu riweuh?

Kiranya benar hipotesis yang diajukan salah seorang kontributor Suma UI, bahwa BEM UI harusnya berterima kasih kepada Ade Armando karena telah membantu tugas Departemen Aksi dan Propaganda (Akprop) BEM UI dengan senang hati–tanpa bayaran seperti penggaung tentunya. Sebegitu baiknya Paduka Ade Armando–izinkan penulis menyebutnya Paduka sebagai bentuk terima kasih kepada beliau–membantu mengerjakan tugas organisasi milik mahasiswa-mahasiswanya yang baru saja terkapar badai Ujian Akhir Semester ini.

Lagi pula, hal penting yang ingin penulis utarakan, yang dipermasalahkan Paduka Ade Armando hanyalah sekadar “mengapa lembaga yang mewakili mahasiswa UI terlalu bertindak pandir?” Eh, jangan terlalu cepat disimpulkan bahwa penulis menganggap BEM UI bertindak pandir, ya–atau dungu kalau kata Rocky Gerung. Ungkapan tersebut selayaknya menjadi otokritik bagi semua kalangan pejabat Lembaga Formal Kemahasiswaan (LFK) yang katanya mewakili mahasiswa, tapi tindak-tanduknya justru merugikan konstituennya. Akibatnya, apa bedanya pejabat-pejabat mahasiswa itu dengan para pejabat yang bergerak hanya demi kepentingan partai dan golongannya? Meski tak terbatas pada satu lembaga ini saja, kiranya penting juga bagi kita untuk menekankan kritikan tersebut pada Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa. Ya, tanpa tedeng aling-aling, saya sebut “MWA UI Unsur Mahasiswa”.

Masih di tengah riweuh-nya jagat dunia maya. Satu hal yang penulis senangi dari kejadian beberapa hari lalu adalah ramainya kembali isu mengenai rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro. Ah, Tuhan, sedang sakaratul maut, kah, kampus kita ini? Sudah diterjang masalah UKT, kekerasan seksual, hingga transparansi keuangan UI, masih ada pula masalah rangkap jabatan Rektor di UI?

Persoalan rangkap jabatan Rektor UI ini sebenarnya sudah dari tahun lalu dipermasalahkan, tapi begitu riweuh-nya di publik baru akhir-akhir ini. Di tengah perpolitikan kampus, isu rangkap jabatan Rektor UI memang awalnya sekadar meluas di kalangan pejabat Lembaga Formal Kemahasiswaan. Mungkin ada benarnya imbauan Alain Badiou, seorang filsuf marxis asal Perancis, bahwa kita perlu melihat kembali “kejadian” (l’événement) dalam politik sebagai suatu peristiwa yang mengguncang situasi yang ada. Para pelaku “kejadian” menghayatinya sebagai sesuatu yang baru dan berarti. Alhasil, apa yang disebut Badiou sebagai “kejadian” juga akan mengungkapkan nilai-nilai yang dapat diterima secara universal–yang dalam hal ini berupa keharaman rangkap jabatan.

Kembali lagi ke awal cerita. Sekitar awal 2020, muncul ucapan “Selamat Mengabdi” melalui sebuah postingan yang dipublikasikan akun Instagram ILUNI UI (Ikatan Alumni Universitas Indonesia). Di poster tersebut termuat juga bagian pentingnya, “Ari Kuncoro (FEB UI 1981) Sebagai Wakil Komisaris Utama BRI”. Bermula dari situlah beberapa pejabat Lembaga Formal Kemahasiswaan, yang utamanya MWA UI Unsur Mahasiswa, sudah mulai mempermasalahkannya.

MWA UI Unsur Mahasiswa memang telah mengupayakan beberapa cara untuk mencari jawaban atas persoalan rangkap jabatan ini. Namun, bukan jawaban manis yang ditemui. Pihak BRI membela Wakil Komisaris Utamanya dengan menyatakan bahwa posisi Komisaris ataupun Wakil Komisaris bukan termasuk kategori pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 35 Huruf (c) Statuta UI. Tentunya pihak BRI tidak sedang berapologi semata tanpa mendasarkannya pada aturan hukum.

Dalam tafsirannya, Undang-Undang BUMN No. 19 Tahun 2003 sudah jelas mengartikan Komisaris ataupun Wakil Komisaris sebatas “Organ Persero” yang mengawasi dan memberikan nasihat pada Direksi. Nah, di sinilah polemik sewaktu itu terjadi. Penggunaan kata “Organ Persero” dianggap menimbulkan celah sebab ia tidak termuat jelas dalam Statuta UI. Menanggapi itu, di pertengahan 2020, MWA UI Unsur Mahasiswa pun merekomendasikan perbaikan Statuta UI demi memperjelas definisi “pejabat” yang dimaksud Statuta UI. Entah, setidak jelas apa mengenai “Organ Persero” ini termasuk pejabat atau bukan. Apa yang jelas hanya sekadar cerita rangkap jabatan Rektor UI ini sempat berakhir di sini. Isu rangkap jabatan pun tenggelam seiring pengelolaan keuangan UI yang tak kunjung transparan pada mahasiswa dan banyaknya mahasiswa yang mengeluhkan UKT tak kunjung turun.

Menariknya, isu rangkap jabatan Rektor UI riweuh kembali usai kejadian pejabat-pejabat BEM UI dipanggil pada tanggal 27 Juni lalu. Benar memang apa yang dimaksud Badiou. Para pelaku “kejadian” menghayatinya sebagai sesuatu yang baru dan berarti. Sebelumnya? ya sudah hanya di kalangan Lembaga Formal Kemahasiswaaan saja isu rangkap jabatan ini riweuh.

Akhir-akhir ini, berbagai pendapat para ahli pun justru baru bermunculan mengomentari persoalan rangkap jabatan Rektor UI–tentu diharapkan juga pendapat dan sosialisasi kelanjutan isu ini dari MWA UI Unsur Mahasiswa. Ombudsman misalnya, rangkap jabatan yang dilakukan Rektor UI dianggap telah melanggar Statuta UI. Namun, tetap saja, ketidakjelasan ini tidak bisa dijawab hanya sekadar mencuatnya berbagai pendapat dari kalangan ahli atau lembaga tersebut. Perlu ada langkah serius dan radikal dari MWA UI Unsur Mahasiswa dalam menanggapi permasalahan rangkap jabatan Rektor yang benar-benar menyesakkan dada penulis ini. Pada akhirnya, kita harus selalu menunggu langkah yang diambil MWA UI Unsur Mahasiswa dan kemudian bertanya, “kira-kira MWA UI Unsur Mahasiswa bisa apa, nih?

Catatan: Opini ini adalah hasil kontributor dan belum tentu mencerminkan sikap Pers Suara Mahasiswa UI 2021.

Teks: Ahmad Shalahudin (FIB UI)
Ilustrasi: Berliana Dewi R.
Editor: Ruth Margaretha M.

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!

Daftar Acuan
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 5455.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70.

Mohamad, G., dkk. (2011). Demokrasi dan Kekecewaan. Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi.

MWA UI UM., dkk. (2020). Sebuah Kajian Rekomendasi: Pengulasan dan Rekomendasi Statuta UI untuk Perbaikan Statuta UI. Diambil dari https://drive.google.com/file/d/17ArFQUnPuLbVJA9_-AgJ0xRByWvrFOM8/view

ILUNI UI. Ucapan Selamat Mengabdi kepada Prof Ari Kuncoro. Diambil dari https://web.facebook.com/iluni.ui/posts/iluni-ui-mengucapkan-selamat-kepada-prof-ari-kuncoro-se-ma-phd-feb-ui-1981-atas-/3024837930880830/?_rdc=1&_rdr

Apinino, Rifaldi. (2021, 29 Juni). BEM UI Harus Berterima Kasih kepada Ade Armando. Diambil dari https://suaramahasiswa.com/bem-ui-harus-berterima-kasih-kepada-ade-armando

Redaksi Suara Mahasiswa. (2021, 30 Juni). Celakanya Punya Rektor Rangkap Jabatan. Diambil dari https://suaramahasiswa.com/celakanya-punya-rektor-rangkap-jabatan

MWA UI UM. Rapat Tim Gabungan Statuta UI. Diambil dari https://www.instagram.com/p/CBSz1_YhaCf/

Kompas.com. (2021, 30 Juni). Rektor UI Ari Kuncoro Tak Hanya Rangkap Jabatan, Ombudsman: Ada 2 Pelanggaran. Diambil dari https://nasional.kompas.com/read/2021/06/30/07364801/rektor-ui-ari-kuncoro-tak-hanya-rangkap-jabatan-ombudsman-ada-2-pelanggaran?page=all

Armando, Ade. (2021, 27 Juni). Cuitan Account Twitter Ade Armando. Diambil dari https://twitter.com/adearmando1/status/1408956755174838280?s=20